Pengusaha Minta Revisi Moratorium Ekspansi Kebun Sawit, Ini Alasannya

Andi M. Arief
27 Februari 2024, 20:28
sawit, biodiesel, gapki
ANTARA FOTO/Yudi/Spt.
Pekerja mengangkut tandan buah kelapa sawit di kawasan PT Perkebunan Nusantara II, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Sabtu (17/2/2024).
Button AI Summarize

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapki menyarankan pemerintah untuk merevisi moratorium ekspansi perkebunan sawit. Hal tersebut dinilai penting jika pemerintah ingin menambah campuran minyak sawit dalam program Biodiesel.

Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan pemerintah berencana meningkatkan campuran minyak sawit dari 35% menjadi 40% atau B40. Alhasil, kebutuhan minyak sawit yang dibutuhkan akan naik dari 10,64 juta ton pada 2023 menjadi sekitar 13 juta ton pada tahun ini.

"Program B40 itu masih aman. Kalau dinaikkan lagi campuran minyak sawitnya, itu agak riskan," kata Eddy dalam konferensi pers di Hotel Ayana Midplaza Jakarta, Selasa (27/2).

Berdasarkan data Gapki, konsumsi sawit nasional tahun lalu tumbuh sebesar 9,8% secara tahunan menjadi 23,21 juta ton. Pertumbuhan tersebut didorong oleh naiknya konsumsi sawit untuk industri biodiesel sebesar 17,67% secara tahunan menjadi 10,64 juta ton.

Sementara itu, konsumsi sawit untuk industri makanan tumbuh 4,1% secara tahunan menjadi 10,29 juta ton. Dengan kata lain, konsumsi sawit oleh biodiesel akan melebihi konsumsi industri makanan untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Oleh karena itu, Eddy menyarankan pemerintah untuk meninjau kembali moratorium ekspansi perkebunan kelapa sawit. Untuk diketahui, moratorium tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018.

Inpres tersebut melarang pembukaan perkebunan kelapa sawit baru di semua lahan yang masuk kawasan hutan. Eddy menganjurkan agar inpres tersebut direvisi agar perusahaan kelapa sawit dapat melakukan ekspansi ke area hutan yang telah terdegradasi.

Namun Eddy berharap ekspansi tersebut tidak dilakukan perkebunan sawit besar swasta dengan tujuan memenuhi kebutuhan industri biodiesel pada masa depan. Menurutnya, hal tersebut penting agar citra perusahaan sawit cenderung mendukung peningkatan produksi dan bukan mencari keuntungan.

Volume Ekspor Bisa Berkurang

Eddy mengatakan laju konsumsi sawit nasional akan mengurangi volume ekspor sawit tahun ini. Apalagi menurutnya, perekonomian negara-negara tujuan ekspor CPO nasional belum membaik, khususnya Amerika Serikat dan Cina.

Berdasarkan data Gapki, total ekspor CPO dan PKO nasional tahun lalu mencapai 32,21 juta ton. Angka tersebut susut 2,82% dari capaian 2022 sejumah 33,15 juta ton.

Eddy mengatakan revisi moratorium tersebut penting agar volume produksi untuk pasar global tidak terkoreksi kebutuhan nasional. Sebab, produksi sawit Indonesia dibutuhkan oleh negara lain, contohnya Pakistan.

Eddy mencatat 90% kebutuhan minyak sawit mentah atau CPO Pakistan berasal dari Indonesia. Pada 2023, volume ekspor ke Pakistan mencapai 2,52 juta ton.

Ia mengatakan masyarakat di Pakistan khawatir dengan pertumbuhan konsumsi nasional. Sebab, hal tersebut akan mengurangi volume CPO yang dapat diekspor ke pasar global.

"Jadi, harus hati-hati dalam menaikkan campuran program Biodiesel karena produksi kita bukan hanya dibutuhkan dalam negeri, dunia pun membutuhkan," katanya.

Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...