Asosiasi Sebut Alasan Produksi Alat Berat Susut 22,4% Kuartal I-2024

Andi M. Arief
8 Mei 2024, 13:59
Pekerja mengoperasikan alat berat untuk memindahkan beton \"tetrapod\" atau pemecah ombak ke kapal tongkang di Pelabuhan Dermaga Kali Adem, Muara Angke, Jakarta, Selasa (9/7/2019). Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta mem
ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT
Pekerja mengoperasikan alat berat untuk memindahkan beton "tetrapod" atau pemecah ombak ke kapal tongkang di Pelabuhan Dermaga Kali Adem, Muara Angke, Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Himpunan Industri Alat Berat Indonesia atau Hinabi mendata produksi alat berat di dalam negeri susut 22,42% secara tahunan pada kuartal pertama tahun ini menjadi 1.688 unit. Hal ini terjadi karena melemahnya harga komoditas di pasar ekspor, khususnya batu bara dan nikel.

Ketua Umum Hinabi Giri Kus Anggoro mengatakan kondisi tersebut diperburuk dengan Pemilu 2024. Pesta demokrasi telah menahan pembangunan infrastruktur selama tiga bulan pertama 2024.

Situasi itu akan berlanjut karena pada akhir November 2024 akan berlansung pemilihan kepala daerah alias Pilkada. "Kegiatan Pemilu pada awal tahun yang mendorong pelaku usaha untuk wait and see terhadap hasil dan kebijakan pemerintah selanjutnya," kata Giri kepada Katadata.co.id, Rabu (8/5).

Harga batu bara global ia perkirakan belum akan meningkat hingga akhir tahun. Kelesuan di sektor tambang sangat memukul industri alat berat. Kontribusinya mencapai 60% dari total penyerapan produksi alat berat domestik. 

Secara rinci, industri pertambangan menyerap alat berat di atas 40 ton. Karena itu, produksi baru dapat tumbuh jika industri pertambangan membutuhkan alat berat kelas medium ke bawah.

"Kami berharap kondisi politik yang kondusif agar sektor konstruksi tumbuh sehingga volume produksi bisa bertahan di angka 8.000 unit per tahun walaupun secara keseluruhan produksi turun," katanya.

Berdasarkan data Hinabi, total produksi alat berat tahun lalu mencapai 8.066 unit. Angka tersebut turun 8,61% dibandingkan capaian 2022 yang mencapai rekor tertinggi, yaitu  8.826 unit.

Saat ini pelaku usahanya membutuhkan dua hal untuk mendorong produksi. Pertama, dukungan pemerintah dalam pengadaan bahan baku. Tingkat komponen dalam negeri atau TKDN industri alat berat nasional masih rendah, yaitu 30% sampai 50%. Giri mengatakan kemudahan pengadaan bahan baku impor menjadi penting.

Kedua, percepatan pembangunan infrastruktur. Sektor konstruksi saat ini masih menahan pembangunan infrastruktur untuk mempersiapkan kebijakan pemerintahan selanjutnya.

Industri konstruksi biasanya menyerap alat berat dengan kelas medium yang utilisasinya masih tersedia. "Jika pemerintahan yang baru segera melakukan percepatan pembangunan infrastruktur, kami memiliki utilisasi pabrik yang bisa digunakan untuk sektor konstruksi," katanya. 

Reporter: Andi M. Arief
Editor: Sorta Tobing

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...