Daftar Program Perumahan Rakyat dari Era Kolonial hingga Jokowi
Iuran tabungan perumahan rakyat menjadi polemik. Pemerintah mematok angkanya 3% dari gaji para peserta Tapera. Sebesar 2,5% dibebankan ke karyawan dan 0,5% ditanggung pemberi kerja.
Presiden Joko Widodo mengatakan wajar apabila masyarakat protes upahnya dipotong untuk simpanan Tapera. "Dalam kebijakan yang baru itu pasti masyarakat juga ikut berhitung, mampu atau enggak mampu, berat atau enggak berat," katanya kepada wartawan, Senin (27/5).
Tapera menyasar masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR. Kehadirannya sejalan dengan Program Satu Juta Rumah yang diluncurkan Jokowi pada 29 April 2015.
Dalam sejarahnya, Indonesia memiliki sejumlah program perumahan rakyat. Dimulai dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda hingga Jokowi. Berikut daftarnya:
Era Kolonial Hindia Belanda
Melansir Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pada 1924 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Peraturan Perumahan Pegawai Negeri Sipil atau Burgerlijk Woning Regeling (BWR). Aturan ini mendorong penyediaan perumahan bagi pegawai negeri sipil (PNS).
Lalu, pada 1925-1930 pemerintah mulai lebih serius melakukan penataan kota menjadi lebih modern. Modelnya mengacu pada kota-kota di Eropa. Pemukiman yang tersedia ketika itu khusus untuk orang-orang Belanda dan Eropa.
Dua program perumahan perkotaan muncul pada 1934. Keduanya adalah perbaikan kampung dan penyuluhan rumah sehat. Langkah ini untuk menanggulangi penyakit pes di daerah kumuh.
Orde Lama
Di era Presiden Sukarno lahir Departemen Pekerjaan Umum pada 1945. Salah satu fungsinya melakukan pembangunan dan pemeliharaan gedung. Beberapa tahun kemudian pemerintah menerbitkan Undang-Undang Pembentukan Kota.
Aturan ini mempelopori pembangunan perumahan Indonesia dan mendasari pembangunan Kebayoran Baru. Tanggal 25 Agustus 1950 pemerintah menyelenggarakan Kongres Perumahan Sehat dan menjadi Hari Perumahan Nasional.
Pada 1951-1953, berdiri Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dan Djawatan Perumahan Rakyat. Keduanya hadir untuk menangani masalah perumahan, khususnya dalam penelitian guna mencari solusi pengembangan rumah murah.
Orde Baru
Presiden Soeharto mencetuskan pembiayaan rumah murah yang masuk dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) II Periode 1974-1979. Ambisinya membangun 1,5 juta rumah sederhana untuk seluruh keluarga Indonesia.
Konsepnya rumah yang ia gagas adalah berukuran minimum 36 meter persegi (m2) dengan luas kavling 60 meter persegi. Di dalam bangunan terdapat dua kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, kamar mandi, dan dapur.
Soeharto kemudian menunjuk Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai bank pemberi pinjaman pembelian rumah. Masyarakat diharapkan dapat membeli rumah dengan mencicil dan bunga rendah.
Pemerintah ketika itu juga membentuk Perusahaan Umum Pembangunan Nasional (Perum Perumnas). Pada 10 Desember 1976 atau dua tahun setelah pembentukan keduanya, kredit perumahan rakyat atau KPR pertama di Indonesia hadir.
Pada 1993, Soeharto juga membentuk Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil atau Bapertarum-PNS. Tugasnya adalah memberi skema bantuan dalam memiliki rumah layak bagi PNS. Pada 2016, Bapertarum lalu melebur menjadi Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera.
Era Reformasi
Memasuki awal Reformasi, beberapa presiden mencanangkan program perumahan rakyat. Langkah ini mulai masif adalah ketika era Susilo Bambang Yudhoyono. Dari berbagai pemberitaan tertulis, presiden keenam tersebut mencanangkan program 1.000 Tower pada 2007.
Targetnya membangun 600 ribu rumah susun dalam lima tahun. Lokasinya terutama di kota yang padat penduduk. Alokasi dananya mencapai Rp 50 triliun. Proyek ini dikerjakan oleh para pengembang yang tergabung dalam Real Estat Indonesia (REI).
Ketika itu, REI memberi komitmen pendanaan 30%. Sisanya berasal dari perbankan. Pada 2011 masalah muncul. Ribuan unit rusun yang dibangun banyak yang kosong dan hancur. Beberapa bahkan tidak berlanjut pembangunannya. Program 1.000 Tower pun mati suri hingga kini.
Kemudian di era Jokowi, muncul Program Sejuta Rumah (PSR) pada 2015. Sampai dengan pertengahan tahun lalu realisasinya telah mencapai 8,47 juta unit. Untuk pembiayaan, Jokowi meluncurkan Undang-Undang Tapera pada 2016.
Sesuai aturan itu, semua pekerja yang berusia minimal 20 tahun dengan penghasilan sesuai upah minimum regional wajib menjadi peserta Tapera. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024, para pekerja wajib membayar iuran 3% dari upahnya.
Program pembiayaan ini ditujukan untuk menyediakan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kritik dan protes, baik dari kalangan pengusaha dan pekerja, muncul. Mereka keberatan dengan kewajiban pembayaran iuran Tapera.