Antam Segera Rampungkan Studi Kelayakan Pabrik Baterai CATL - IBC

Andi M. Arief
22 Juli 2024, 16:15
antam, pabrik baterai kendaraan listrik, ibc, catl,
ANTARA FOTO/Hasrul Said/YU
Petugas mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (17/4/2024).
Button AI Summarize

PT Aneka Tambang Tbk menyatakan studi kelayakan pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik bersama Contemporary Amperex Technology Co.Ltd. (CATL) dan PT Indonesia Battery Corporation (IBC) telah memasuki tahap akhir.

Pabrik tersebut akan terintegrasi dengan tambang nikel milik Antam. Adapun nilai investasi pabrik baterai mobil listrik tersebut diperkirakan mencapai US$ 5,97 miliar atau Rp 85,77 triliun.

"Kami saat ini masuk ke persiapan lahan untuk kawasan industri. Finalisasi midstream atau pembangunan pabrik baterai sedang berjalan," kata Direktur Utama Antam Nicolas Kanter di Kantor Kementerian Keuangan, Senin (22/7).

Nicholas belum mengumumkan lokasi pembangunan maupun target pengoperasian pabrik baterai kendaraan listrik tersebut. Untuk diketahui, sejauh ini ada dua lokasi yang berpotensi menjadi lokasi pabrik tersebut, yakni Jawa Tengah dan Kalimantan Utara.

Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan CATL akan mulai membangun pabriknya tahun ini. CATL memiliki dua jenis investasi, yakni investasi pabrik baterai mobil listrik dan pabrik mobil listrik.

Investasi yang akan mulai dibangun oleh CATL adalah pabrik integrasi baterai kendaraan listrik senilai US$ 6 miliar. Adapun, investasi tersebut bekerja sama dengan PT Aneka Tambang pada 2022.

"Kepercayaan investor global ke pemerintahan kita masih baik sampai sekarang. Beberapa perusahaan yang kemarin wait and see sudah mulai menyampaikan akan melakukan groundbreaking," katanya.

Prospek Penjualan Mobil Listrik

Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Kukuh Kumara memproyeksikan penjualan kendaraan berkarbon rendah atau LCEV akan meningkat pada tahun ini, terutama untuk mobil listrik berbasis baterai dan hybrid.

Kukuh mencatat setidaknya dua pendorong peningkatan penjualan LCEV tahun ini. Pertama, peningkatan edukasi konsumen terkait emisi dan keekonomian LCEV.

"Misalnya, biaya bensin dengan mobil konvensional mencapai Rp 2 juta per bulan, sedangkan biaya listrik LCEV hanya Rp 150.000 sebulan. Perbedaannya kan lumayan besar," kata Kukuh di Kementerian Perindustrian, Rabu (10/7).

Kukuh menilai penjualan LCEV pada akhir tahun ini dapat melampaui capaian tahun lalu sejumlah 71.358 unit. Namun Kukuh mengakui produk LCEV yang dijual di dalam negeri belum sesuai dengan preferensi konsumen nasional.

Dia menilai konsumen lokal cenderung membeli mobil dengan harga di bawah Rp 300 juta yang mampu mengangkut tujuh orang. Selain itu, penjualan kendaraan emisi rendah masih terhambat kecemasan konsumen terkait performa LCEV.

"Kecemasan itu tidak akan hilang dalam waktu satu sampai dua tahun. Konsumen di Eropa saja masih banyak pertimbangan untuk membeli LCEV," katanya.

Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...