Mentan Amran Prediksi Lima Bulan Pertama 2025 Jadi Masa Kritis Swasembada Pangan
Menteri Pertanian Amran Sulaiman memperkirakan, masa kritis pencapaian target swasembada pangan berlangsung pada Januari-Mei 2025. Menurutnya, serapan gabah pada lima bulan pertama tahun ini akan menentukan apakah petani konsisten menanam padi pada tahun ini.
Amran mengatakan, gabah produksi petani akan sulit diserap lantaran musim hujan diperkirakan berlangsung hingga Februari 2025. Ini karena proses pengeringan gabah sebelum proses penggilingan menjadi sulit dilakukan mengingat mayoritas pengeringan di dalam negeri masih menggunakan cahaya matahari.
Kondisi tersebut diperburuk dengan proyeksi lonjakan produksi pada tiga bulan tersebut secara tahunan. Namun, Amran belum mengumumkan berapa besar lonjakan produksi tersebut.
Badan Pangan Nasional mencatat, produksi beras pada Maret-Mei 2024 mencapai 12,52 juta ton. Kementerian Koordinator Bidang Pangan meramalkan produksi beras pada panen raya tahun ini dapat meningkat hingga 100% secara tahunan.
"Ini kondisi yang paling berat bagi Perum Bulog, yakni musim hujan, panen raya, dan arahan 70% Cadangan Beras Pemerintah harus dari dalam negeri. Kalau ini gagal, swasembada tahun ini agak berat untuk dilakukan," kata Amran dalam Rapat Koordinasi di Jawa Jawa Timur, Selasa (7/1).
Amran memberikan sinyal bahwa penyerapan CBP dari dalam negeri menjadi sulit lantaran Presiden Prabowo Subianto menaikkan Harga Pembelian Pemerintah untuk gabah dari Rp 6.000 menjadi Rp 6.500 per kilogram tahun ini. Kondisi ini membuat biaya pengadaan CBP akan meningkat sekitar 8,33% secara tahunan.
Karena itu, ia mengusulkan agar pemerintah mengubah pencairan dana pengadaan CBP pada tahun ini. Dana CBP umumnya diberikan ke Bulog setelah evaluasi proses penyerapan dilakukan.
Bulog sejauh ini harus mengajukan kredit ke perbankan untuk melakukan serapan CBP dari dalam negeri. Amran mengatakan, pemberian dana negara sebelum proses pengadaan akan meringankan beban Bulog dari biaya bunga dari proses pinjaman perbankan.
Amran berpendapat proses serapan beras lokal hingga Mei 2025 akan menentukan keberhasilan kebijakan pangan sebelumnya. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran Rp 44,15 triliun agar pasokan pupuk bersubsidi kembali mencapai 9,55 juta ton tahun ini.
Pemerintah menganggarkan Rp 144,6 triliun untuk meningkatkan ketahanan pangan pada tahun ini. Angka tersebut telah termasuk program Makanan Bergizi Gratis senilai Rp 71 triliun yang dilakukan hingga pertengahan tahun ini.
"Kalau serapan hingga Mei 2025 gagal, anggaran Rp 144 triliun itu sia-sia. Sekarang bola ada di tangan kita karena anggaran sudah ada," ujarnya.
Mantan Direktur Utama Bulog Bayu Krisnamurthi sebelumnya menjelaskan, ada dua kesulitan yang dihadapi untuk menyerap beras produksi lokal, yakni harga dan kualitas. Karena itu, Bulog memproyeksikan hanya dapat menyerap 200.000 ton dari surplus produksi beras nasional Agustus-Oktober 2024 yang diperkirakan mencapai 1 juta ton.
Total serapan Bulog dari dalam negeri hanya dapat mencapai 1,03 juta ton tahun ini. Angka tersebut sudah termasuk penugasan pemerintah untuk menyerap 600.000 ton beras lokal sepanjang 2024.
Bayu mengatakan, pembelian beras oleh Bulog dibatasi oleh Harga Pembelian Pemerintah senilai Rp 11.000 per kilogram. "Harga beras di tingkat penggilingan sudah Rp 12.100 per kg, sehingga Bulog tidak bisa beli beras lokal," kata Bayu dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR, Rabu (4/9).
Ia menjelaskan dapat membeli beras lokal dalam jumlah besar dengan kondisi tersebut. Namun, langkah tersebut akan mendorong inflasi nasional lantaran beras menjadi kontributor inflasi paling besar saat ini.
Sedangkan jika bulog menyerap beras lokal dalam bentuk gabah di tingkat petani, menurut dia, akan terjadi kompetisi di tingkat penggilingan padi yang akhirnya meningkatkan harga beras di tingkat konsumen.