Penjelasan Petani soal Banyak Produk Mamin Rusak jika Pakai Garam Lokal
Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia atau APGRI mempertanyakan klaim pabrikan pangan olahan terkait tingginya persentase produk rusak setelah menggunakan garam lokal. Petani mengklaim garam yang keluar dari tambak telah bersih.
Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia mencatat sekitar 60% hasil produksi yang menggunakan garam lokal rusak. Hal tersebut dinilai akibat ketidaksesuaian kualitas magnesium dan tingginya kontaminan metal.
"Garam yang diproduksi tambak rakyat sudah bersih karena menggunakan High Density Polyethylene sebagai alas saat pengeringan. Jangan-jangan kontaminasi itu hasil produksi industri pengolah garam," kata Ketua Umum APGRI Jakfar Sodikin kepada Katadata.co.id, Kamis (9/1).
Proses pengeringan garam oleh petambak rakyat masih menggunakan sinar matahari di ruang terbuka. Namun, Jakfar menyampaikan petambak telah menggunakan geomembrane berupa plastik berjenis HDPE maupun Low Density Polyethylene.
Jakfar menduga kontaminasi terjadi pada proses pengeringan dari api yang tidak murni oleh indutri pengolahan garam. Ini karena industri pangan olahan mendapatkan pasokan garam setelah diolah oleh industri pengolahan garam.
Ia menilai telah ada perusahaan pengolah garam yang dapat meningkatkan kualitas garam rakyat, yakni PT UnichemCandi Indonesia. Perusahaan itu mengolah garam lokal dengan proses rafinasi.
Menurut Jakfar, Unichem mengolah garam kualitas rendah antara kualitas tier tiga sampai tier lima menjadi gram kualitas industri. "Orang gampang menjustifikasi bahwa garam produksi tambak rakyat jelek, tapi jangan lupa ada peran industri pengolahan di sini," katanya.
Direktur Jenderal Agro Kemenperin Putu Juli Ardika sebelumnya mengatakan, pemerintah harus memverifikasi temuan Gapmmi sebelum membuka keran impor garam untuk industri pangan olahan. Ini karena ia menemukan sebagian industri makanan dan minuman sudah menyerap garam lokal.
Karena itu, Putu berencana memeriksa kapasitas garam lokal bersama pengusaha dan petambak dalam waktu dekat. Adapun verifikator kualitas garam lokal akan berasal dari lembaga penelitian yang dapat membedah kualitas garam lokal.
Ia juga telah menemukan teknologi pengolah garam berkualitas tinggi dari air laut di Banten. Namun, menurut dia, teknologi pengolahan air laut tersebut masih membutuhkan biaya yang cukup tinggi.
Selain itu, Putu khawatir penggunaan teknologi ini pada akhirnya akan menekan kesejahteraan para petambak garam. "Itu pertimbangan yang sedang kami kaji, yakni penggunaan teknologi versus kesejahteraan petambak garam," katanya.
Ia sebelumnya mengatakan, pemerintah akan meningkatkan kualitas garam lokal agar bisa diterima industri aneka pangan. Adapun kemurnian garam untuk aneka pangan adalah antara 94% sampai 96%.
"Ini masih ada ruang untuk diskusi, nanti dilihat hasilnya seperti apa. Itikadnya adalah meningkatkan teknologi produksi garam nasional sehingga dapat memenuhi kualitas garam yang dibutuhkan," katanya.