Kemendag Soroti Masalah Distribusi Sebagai Biang Kerok Harga Minyakita Mahal


Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengakui bahwa harga Minyakita yang tinggi saat ini disebabkan oleh distribusi yang belum efisien. Selain itu, adanya pelanggaran takaran dalam penjualan Minyakita juga menjadi perhatian.
Namun pemerintah menilai penyelesaian kasus ini saja tidak akan langsung menurunkan harga ke tingkat harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 15.700 per liter.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan menyebut ada oknum di tingkat produsen maupun distributor yang melanggar aturan. Namun akar masalah utama tetap terletak pada proses distribusi.
"Saya ingin mengingatkan bahwa negara kita luas dan besar. Jadi, proses distribusi belum efisien, meskipun sudah diatur dalam peraturan menteri," ujar Iqbal kepada Katadata.co.id, Jumat (14/3).
Iqbal merujuk pada Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) No. 1028 Tahun 2024 yang mengatur harga serta rantai distribusi Minyakita. Regulasi ini menetapkan hanya ada tiga entitas dalam rantai distribusi, yaitu distributor lini 1 (D1), distributor lini 2 (D2), dan pengecer.
Adapun harga Minyakita yang dinikmati D1 ditetapkan sebesar Rp 13.500 per liter, D2 sebesar Rp 14.000 per liter, dan pengecer Rp 14.500 per liter. Dengan demikian, margin keuntungan dari produsen hingga D2 dibatasi maksimal Rp 500 per liter agar konsumen bisa mendapatkan Minyakita dengan harga tidak lebih dari Rp 15.700 per liter.
Iqbal optimistis bahwa tindakan terhadap oknum distributor yang melanggar aturan dapat membantu menekan harga Minyakita agar kembali sesuai HET.
"Sepanjang Kepmendag No. 1028 Tahun 2024 berlaku, harga Minyakita harus sesuai HET. Harga di bawah HET hanya berlaku dalam operasi pasar, sedangkan di pasar rakyat harus tetap mengikuti HET," katanya.
Dampak Oknum Distributor
Iqbal memastikan bahwa pasokan minyak goreng dalam negeri tidak terpengaruh oleh kasus dua oknum distributor yang telah diamankan Satgas Pangan.
Kedua perusahaan, PT Navyta Nabati Indonesia dan PT Artha Eka Global Asia, terbukti melanggar aturan dengan mengurangi isi kemasan Minyakita, di mana kemasan 1 liter hanya diisi maksimal 800 mililiter.
"Kedua perusahaan ini sedang menjalani proses hukum pidana oleh kepolisian," ujarnya.
Kemendag juga memiliki kendali atas volume Domestic Market Obligation (DMO) melalui Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (Simirah), yang memastikan pasokan tetap aman.
"Per Januari 2025, minyak goreng yang diproduksi dari DMO mendekati 120.000 ton, sementara pada Februari 2025 mencapai sekitar 170.000 ton. Data ini terpantau langsung melalui sistem," kata Iqbal.
Sebagai informasi, Kepmendag No. 1028 Tahun 2024 menetapkan volume DMO sebesar 250.000 ton per bulan. Dengan demikian, produksi Minyakita pada Januari-Februari masih di bawah 70% dari target pemenuhan kebutuhan nasional.
Pelibatan BUMN Pangan dalam Distribusi
Salah satu solusi yang tengah didorong pemerintah adalah melibatkan BUMN pangan sebagai distributor lini 1 (D1) untuk Minyakita. Menurut Iqbal, jaringan luas BUMN pangan dapat membantu menyalurkan Minyakita langsung ke pengecer dan mempercepat distribusi.
Namun, ia menekankan bahwa pemerintah tidak bisa memaksa produsen untuk menggunakan BUMN pangan sebagai D1 karena program Minyakita tidak mendapatkan subsidi dari anggaran negara.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso mengumumkan bahwa Perum Bulog dan ID FOOD akan mendapatkan tambahan pasokan Minyakita mulai Februari 2025 untuk mengendalikan harga menjelang Ramadan dan Lebaran.
"Februari ini, ID FOOD mendapat tambahan pasokan yang akan segera dikirim ke berbagai daerah. Kami akan terus mengawal distribusinya agar harga turun dan kembali normal," ujar Budi di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (7/2).
Budi menambahkan, tambahan pasokan ini akan difokuskan ke daerah-daerah dengan harga minyak goreng yang masih tinggi, terutama yang melebihi Rp 17.000 per liter. Bulog dan ID FOOD dinilai memiliki keunggulan dalam menjangkau wilayah-wilayah yang sulit dijangkau oleh distributor minyak goreng biasa.