Puma PHK 500 Karyawan Global Imbas Penurunan Permintaan dari AS dan Cina

Ringkasan
- Puma akan memangkas 500 karyawan global dan menutup beberapa toko yang tidak menguntungkan sebagai bagian dari program efisiensi biaya. Program ini diluncurkan setelah perusahaan memproyeksikan kinerja yang lemah dan bertujuan meningkatkan margin laba.
- Perusahaan menghadapi tantangan berupa permintaan yang melemah di AS dan Cina, serta persaingan ketat dengan merek-merek besar dan pendatang baru. Puma mencatat peningkatan penjualan di tahun sebelumnya namun laba bersih turun akibat kenaikan biaya dan tekanan pada EBIT.
- Puma menargetkan margin laba operasional (EBIT) sebesar 8,5% pada 2027 dan memproyeksikan pertumbuhan penjualan satu digit untuk 2025. Perusahaan juga mengantisipasi tantangan eksternal seperti ketegangan geopolitik dan hambatan ekonomi makro.

Puma mengumumkan akan memangkas 500 karyawan secara global sebagai bagian dari program efisiensi biaya. Langkah ini diambil setelah perusahaan menyampaikan proyeksi kinerja yang lemah untuk kuartal pertama dan tahun 2025.
Merek olahraga asal Jerman ini menghadapi tantangan utama berupa melemahnya permintaan di Amerika Serikat dan Cina. Persaingan dengan merek-merek besar seperti Adidas dan Nike, serta pendatang baru seperti On Running dan Hoka, semakin memperketat kompetisi di pasar global senilai US$ 400 miliar.
CEO Puma Arne Freundt mengungkapkan bahwa sekitar 150 dari total pemutusan hubungan kerja (PHK) akan terjadi di kantor pusat perusahaan. Selain itu, Puma juga berencana menutup beberapa toko yang dianggap tidak menguntungkan.
"Hanya sebagian kecil dari bisnis yang akan terkena dampak," kata Freundt dalam laporan Reuters, Rabu (12/3).
Strategi Efisiensi dan Target Profitabilitas
Langkah efisiensi ini bertujuan meningkatkan margin laba operasional (EBIT) Puma menjadi 8,5% pada 2027, naik dari 7,1% pada 2024.
CFO Puma Markus Neubrand menegaskan bahwa selain pemangkasan jumlah karyawan, perusahaan akan terus mengoptimalkan operasionalnya.
Pada 2024, Puma mencatat peningkatan penjualan sebesar 4,4% menjadi €8,81 miliar, didorong oleh pertumbuhan di seluruh wilayah, lini produk, dan saluran distribusi. Namun, laba bersih turun 7,6% menjadi €281,6 juta, dengan laba per saham turun dari €2,03 pada 2023 menjadi €1,89.
Penurunan ini disebabkan oleh rendahnya penjualan serta tekanan pada EBIT yang dipengaruhi oleh kenaikan biaya bunga, kepemilikan minoritas, dan peningkatan tarif pajak.
EBIT untuk tahun fiskal 2024 tercatat stabil di angka €622 juta, menghasilkan margin EBIT sebesar 7,1%, turun 10 basis poin dibandingkan tahun sebelumnya.
Meski perusahaan mencatat pertumbuhan penjualan dan peningkatan margin laba kotor dari 46,3% menjadi 47,4%, tingkat profitabilitas yang stagnan menjadi perhatian utama.
Freundt mengaku puas dengan pertumbuhan penjualan yang solid dan peningkatan margin laba kotor pada 2024.
"Kami telah membuat kemajuan signifikan dalam strategi peningkatan merek, yang meningkatkan persepsi Puma di mata konsumen dan mendorong pertumbuhan kuat di kategori produk performa," ujar Freundt.
"Namun, saya tidak puas dengan stagnasi profitabilitas kami. Kami harus mengatasi tren biaya yang ada dan telah mengambil langkah-langkah tegas melalui program 'Next Level' untuk memperbaiki situasi ini," ujarnya.
Tantangan Global dan Fokus pada Efisiensi
Puma memperkirakan pertumbuhan penjualan pada 2025 hanya akan berada di kisaran satu digit rendah hingga menengah. Perusahaan juga mengantisipasi berbagai tantangan eksternal seperti ketegangan geopolitik, hambatan ekonomi makro, sengketa perdagangan, dan fluktuasi mata uang, yang dapat berdampak pada kepercayaan konsumen dan permintaan di pasar utama.
Sebagai bagian dari strategi transparansi, Puma memberikan proyeksi EBIT 2025 dengan mengecualikan biaya sekali pakai yang terkait dengan program efisiensi.
Dengan mempertimbangkan faktor ini serta investasi berkelanjutan dalam pemasaran, ritel, dan infrastruktur, Puma memperkirakan EBIT yang disesuaikan berada di kisaran €520 juta hingga €600 juta untuk tahun fiskal 2025.