Rencana Impor Kedelai Tahun Ini Turun karena Pelemahan Rupiah

Ringkasan
- Rencana impor kedelai tahun ini 2,42 juta ton, lebih rendah 6,73% dari kondisi normal. Penurunan impor ini disebabkan prediksi pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika.
- Daya beli masyarakat terhadap tahu-tempe stabil, terlihat dari harga jual yang stabil di tingkat pengrajin. Proses impor kedelai juga diklaim mudah, dengan izin impor yang berlaku hingga 12 bulan.
- Industri tahu-tempe membutuhkan peningkatan produksi kedelai lokal yang berkualitas lebih baik. Namun, produktivitas kedelai lokal masih rendah, sehingga perlu inovasi untuk meningkatkannya dan menarik minat petani.

Badan Pangan Nasional mencatat rencana impor kedelai sepanjang tahun ini mencapai 2,42 juta ton. Angka tersebut lebih rendah 6,73% dari kondisi normal atau sekitar 2,6 juta ton.
Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syaifuddin mengatakan hal tersebut disebabkan murni akibat prediksi pelemahan rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat yang akan berlanjut sepanjang tahun ini. Bank Indonesia mendata kurs rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat turun 3,8% secara tahunan mendekati angka Rp 17.000 menjadi Rp 16.805 per Dolar Amerika Serikat hari ini, Jumat (11/4).
Aip mengatakan daya beli masyarakat untuk tahu-tempe di dalam negeri tidak berubah. Hal tersebut tercermin dari stabilnya harga jual yang dinikmati pengrajin, yakni sekitar Rp 7.500 per unit.
Dia juga optimistis teknis tidak akan berpengaruh pada industri tahu-tempe nasional. Sebab, pengrajin menyampaikan proses impor kedelai sejauh ini sudah cukup mudah.
Aip menjelaskan proses impor kedelai dimulai dengan permohonan Pertek kepada Kementerian Pertanian untuk mendapatkan dokumen Perizinan Impor dari Kementerian Perdagangan. Para importir kedelai tidak merasakan kesulitan dalam proses tersebut.
"Yang terjadi saat ini, importir kedelai cukup meminta izin satu kali sepanjang tahun. Lama izin impor yang diberikan misalnya tiga sampai 12 bulan. Alhasil, importir kedelai akan terus mengimpor selama izin impor berlaku," kata Aip kepada Katadata.co.id, Jumat (11/4).
Aip mengklaim para pengrajin tahu-tempe memiliki hubungan profesional yang baik dengan para importir. Alhasil, volume impor yang direalisasikan selalu sesuai dengan kebutuhan para pengrajin.
Peningkatan Produksi
Menurut Aip, industri olahan kedelai membutuhkan peningkatan produksi nasional. Tahu-tempe yang diproduksi menggunakan kedelai lokal memiliki kualitas yang lebih baik karena bukan berasal dari benih hasil rekayasa genetika atau GMO.
Namun Aip memahami produktivitas kedelai di dalam negeri jauh dari produktivitas kedelai di Amerika Serikat yang mencapai 5 ton per hektare. Bapanas meramalkan produksi kedelai lokal tahun ini hanya 350.000 ton atau 13,24% dari kebutuhan kedelai nasional.
Aip mencatat produktivitas kedelai di dalam negeri saat ini maksimal 2 ton per hektare. Menurutnya, angka tersebut telah ditingkatkan oleh pemerintah dari sebelumnya hanya 800 kilogram per hektare
Oleh karena itu, Aip menilai petani di dalam negeri cenderung memproduksi tanaman pangan lain, yakni beras sekitar 5 ton per hektare atau jagung hingga 4 ton per hektare. Maka dari itu, perlu ada inovasi untuk menggenjot produktivitas kedelai di dalam negeri.
"Kami tidak bisa memaksa petani untuk menanam kedelai sementara itu produktivitas tanaman pangan lain lebih besar," katanya.