Harga di Tingkat Konsumen Tinggi, Kemendag Kaji Penyesuaian Harga Minyakita


Kementerian Perdagangan sedang mengkaji penyesuaian aturan harga eceran tertinggi minyak goreng MinyaKita. Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1028 Tahun 2024 menetapkan angka HET-nya di tingkat konsumen Rp 15.700 per liter.
"Setelah Lebaran 2025, kami intens membahas kebijakan-kebijakan MinyaKita dengan produsen dan distributor. Bukan hanya soal kenaikan harga, tapi apakah HET-nya naik, turun, atau tidak berubah," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan di kantornya, Jakarta, Rabu (4/6).
Meskipun belum menentukan arah harga, Iqbal memastikan pemerintah akan memangkas rantai distribusi MinyaKita di pasar. Jumlah rantai distribusinya saat ini tidak sesuai dengan Kepmendag Nomor 1028 Tahun 2024.
Seharusnya, jumlah rantai distribusi minyak goreng kemasan rakyat itu hanya tiga tingkat, yaitu distributor lini 1 (D1), distributor lini 2 (D2), dan pengecer. "Kami menemukan di lapangan tingkat distribusinya tidak terbatas di tiga tingkat itu. Ini yang berusaha kami pangkas," ujarnya.
Harga MinyaKita di tingkat D1 ditetapkan sebesar Rp 13.500 per liter. Lalu, di D2 sebesar Rp 14 ribu per liter dan pengecer Rp 14.500 per liter. Dengan demikian margin keuntungan dari produsen hingga D2 dibatasi maksimal Rp 500 per liter agar konsumen dapat membelinya tidak lebih dari Rp 15.700 per liter.
Namun, di lapangan harga minyak goreng tersebut di tingkat konsumen lebih tinggi dari HET. Badan Pangan Nasional mendata rata-rata nasional harga MinyaKita mencapai Rp 17.594 per liter hari ini atau lebih tinggi 14,35% dari harga eceran tertinggi.
Soal rantai distribusi yang tidak efisien ini sudah menjadi sorotan pemerintah sejak awal tahun ini. Selain itu, pemerintah juga menemukan pelanggaran takaran MinyaKita.
Iqbal sempat mengatakan ada oknum di tingkat produsen maupun distributor yang melanggar aturan. Namun akar masalah utama tetap terletak pada proses distribusi.
"Saya ingin mengingatkan bahwa negara kita luas dan besar. Jadi, proses distribusi belum efisien, meskipun sudah diatur dalam peraturan menteri," ujar Iqbal kepada Katadata.co.id, Jumat (14/3).