Daftar Komoditas Pertanian Masuk Kesepakatan Impor AS, Kedelai hingga Kapas

Andi M. Arief
6 Agustus 2025, 14:42
Menko Pangan Zulkifli Hasan bersiap mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (8/5/2025). Rapat terbatas tersebut membahas Koperasi Desa Merah Putih.
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.
Menko Pangan Zulkifli Hasan bersiap mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (8/5/2025). Rapat terbatas tersebut membahas Koperasi Desa Merah Putih.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengungkap daftar komoditas yang akan diimpor dari AS untuk memenuhi kesepakatan dagang senilai US$ 4,5 miliar. Kontrak dagang tersebut merupakan syarat penurunan tarif produk lokal ke Negeri Paman Sam menjadi 19%. 

Berdasarkan kesepakatan tersebut, beberapa produk pertanian yang akan diimpor adalah kedelai, bungkil kedelai, kapas, dan gandum. Zulhas menekankan implementasi perjanjian dagang tersebut akan bergantung pada kondisi pasar. 

 "Contohnya, impor kedelai kita mayoritas datang dari Kanada. Kalau petani kedelai Amerika Serikat bisa memberikan harga yang sama seperti Kanada, pengusaha kita akan impor kedelai dari Amerika Serikat," kata Zulhas di Istana Kepresidenan, Rabu (6/8). 

Zulhas menilai mayoritas produk pertanian yang diimpor dari Amerika Serikat tidak diproduksi di dalam negeri. Karena itu, dampak impor produk pertanian asal Amerika Serikat ke program ketahanan pangan hampir tidak ada. 

Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) menyebutkan bahwa peningkatan volume impor gandum dari Amerika Serikat tidak akan memengaruhi daya saing industri olahan tepung terigu nasional. Meski sempat anjlok sejak 2021, volume impor dari Negeri Paman Sam diperkirakan bakal kembali meningkat seiring kesepakatan dagang terbaru antara kedua negara.

Direktur Eksekutif Aptindo, Ratna Sari Loppies, mengatakan bahwa industri tepung terigu Indonesia telah memasok gandum dari Amerika Serikat selama lebih dari lima dekade. Namun, pasokan dari AS sempat menyusut drastis dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2020, volume impor mencapai 1,27 juta ton, namun turun 64,92% menjadi sekitar 447 ribu ton pada 2021.

"Beberapa tahun terakhir volume impor gandum dari Amerika Serikat berkurang karena mereka juga gagal panen. Jadi, peningkatan volume impor ini tidak berdampak apa-apa. Pabrik tetap berjalan seperti biasa," kata Ratna kepada Katadata.co.id, Kamis (24/7).

Peningkatan kembali volume impor gandum dari AS terjadi di tengah ketetapan pemerintah membebaskan tarif impor sejumlah komoditas dari negara tersebut. Kebijakan ini merupakan bagian dari kelanjutan kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat, menyusul keputusan Presiden AS Donald Trump terkait tarif resiprokal.

Ratna menjelaskan bahwa Aptindo telah menandatangani perjanjian dagang dengan Asosiasi Gandum Amerika Serikat senilai US$ 250 juta per tahun selama lima tahun. Total nilai kesepakatan itu mencapai US$ 1,25 miliar atau sekitar Rp 20,37 triliun hingga 2030.

Namun, Ratna belum dapat memastikan asal negara lain mana yang akan dikurangi volume impornya sebagai dampak dari peningkatan pasokan gandum dari AS. "Sepertinya volume impor gandum dari Amerika Serikat masih akan di bawah 10% dari total impor akibat perjanjian ini," ujarnya.

Data Aptindo mencatat total volume impor gandum sepanjang Januari-April 2025 mencapai 3,71 juta ton. Mayoritas berasal dari Australia sebesar 1,55 juta ton, diikuti Kanada 838 ribu ton, dan Argentina 741 ribu ton. Pada 2024, total impor gandum Indonesia mencapai 12,14 juta ton, dengan lima negara pemasok utama yakni Australia, Ukraina, Kanada, Argentina, dan Rusia.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...