Kinerja Manufaktur Membaik, Menperin Sebut Ditopang Ekspor 3 Industri
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan perbaikan performa sektor manufaktur pada bulan lalu didorong oleh permintaan ekspor. Hal tersebut disampaikan menanggapi naiknya Purchasing Manager's Index atau PMI Indonesia ke atas poin 50,0 pada bulan lalu.
S&P melaporkan angka PMI Indonesia per Agustus 2025 kembali ekspansif ke posisi 51,5 poin. Untuk diketahui, sektor manufaktur nasional sebelumnya berada di kondisi kontraktif mengingat PMI Indonesia berada di bawah 50,0 pada Mei-Juli 2025.
"Penguatan performa sektor manufaktur berasal dari peningkatan kinerja pabrikan dengan orientasi pasar ekspor pada bulan lalu," kata Agus di Gedung DPR, Rabu (3/9).
Agus mencatat beberapa sektor yang mendorong angka PMI pada bulan lalu adalah makanan dan minuman, bahan kimia, dan baja. Menurutnya, naiknya angka PMI sejalan dengan pertmbuhan sektor manufaktur pada kuartal kedua tahun ini sebesar 5,6% secara tahunan.
Walau demikian, Agus menilai pertumbuhan sektor manufaktur masih tertahan beberapa kebijakan, seperti peniadaan kuota impor garam industri dan tidak stabilnya pasokan gas dalam kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu atau HGBT.
Untuk diketahui, pemerintah menutup keran garam industri hingga Mei 2025. Sementara itu, pabrikan hanya dapat menikmati HGBT senilai US$ 6,5 per MMBTU 48% dari volume yang dibutuhkan. Adapun harga gas untuk 52% kebutuhan setiap pabrikan memiliki harga gas hingga US$ 17,76 per MMBTU.
Agus mengatakan kedua tantangan tersebut baru dapat diselesaikan pada akhir bulan lalu. "Kalau masalah-masalah yang dihadapi industri itu tidak muncul, akan ada percepatan pertumbuhan industri yang lebih baik," katanya.
Di sisi lain, Agus menilai peningkatan PMI pada bulan lalu menunjukkan ketangguhan sektor manufaktur nasional. Sebab, optimisme industriwan tumbuh di tegah ketidakpastian pasar global yang masih berlanjut.
Sebelumnya, Ekonom S&P Market Intelligence, Uasmah Bhatti mengatakan kondisi operasional sektor manufaktur Indoneisa membaik pertama kalinya dalam lima bulan terakhir. Hal tersebut didorong oleh peningkatan pesanan ekspor tercepat selama hampir 2 tahun terakhir.
Bhatti menjelaskan naiknya pesanan ekspor membuat pabrikan meningkatkan jumlah tenaga kerja, pembelian bahan baku, dan menambah stok barang jadi di gudang. Menurutnya, pelaku industri memproyeksikan kondisi tersebut akan beralnjut hingga 2026.
"Inflasi produk manufaktur tetap tumbuh pada Agustus. Namun perusahaan industri memilih meneruskan kenaikan biaya produksi ke konsumen untuk melindungi margin," kata Bhatti dalam keterangan resmi, Senin (1/9).
Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus sebelumnya mengatakan pasokan gas bumi dari pipa untuk industri sudah mulai lancar, usai mengalami gangguan pada beberapa waktu lalu. “Tekanan sudah mulai normal, tapi kuota 48% dan surcharge harga belum dicabut,” katanya kepada Katadata, Selasa (19/8).
Kuota 48% yang dimaksud merupakan pembatasan kuota bagi penerima kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) atau gas murah yang diberikan kepada beberapa industri di Indonesia. Namun dengan adanya pembatasan ini, gas yang dialirkan tidak dibandrol dengan harga US% 6,5 per MMBTU namun terkena harga surchange hingga US$ 17,6 per MMBTU.
Yustinus menyampaikan kondisi pembatasan kuota HGBT ini bisa berdampak bagi keberlanjutan industri. Sepertinya kalau kuota 48% ini tidak dicabut maka pada semester II 2025 bisa ambrol industrinya. "Boro-boro kerja keras untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 9%, untuk pasokan energi saja dipersulit dan dipermahal,” ujarnya.
