Pengusaha Sawit Wanti-wanti Program B50 Bisa Bikin Harga Minyak Goreng Meroket

Andi M. Arief
10 Oktober 2025, 14:04
Pekerja menunjukkan buah kelapa sawit usai dipanen di kawasan PT Perkebunan Nusantara IV, Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis (24/10/2024). Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan ketersediaan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) masih
ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/tom.
Pekerja menunjukkan buah kelapa sawit usai dipanen di kawasan PT Perkebunan Nusantara IV, Deli Serdang, Sumatera Utara, Kamis (24/10/2024). Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan ketersediaan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) masih sangat mencukupi untuk bahan baku biodiesel 50 persen (B50) dengan tingkat produksi CPO di Indonesia pada tahun 2024 sekitar 46 juta ton, sedangkan yang dibutuhkan untuk pembuatan B50 hanya 5,3 juta ton.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapki memproyeksi program kewajiban (mandatory) mencampurkan biodiesel dalam solar sebesar 50% atau B50 dapat membuat harga minyak naik tajam. Kondisi tersebut pernah terjadi pada awal 2022 di mana harga minyak goreng kemasan premium dilego Rp 25.700 per liter, sedangkan minyak curah hingga Rp 16.400 per liter.

Ketua Umum Gapki, Eddy Martono mengatakan harga CPO di dalam negeri akan terpengaruh oleh pasar global. Sebab, harga CPO di Belanda maupun Malaysia masih menjadi faktor penentu harga CPO di dalam negeri.

"Kalau implementasi B50 dilakukan dengan kondisi produksi yang tidak berubah seperti saat ini, kemungkinan harga CPO dunia akan naik karena ekspor CPO dari Indonesia berkurang. Otomatis harga minyak goreng dan barang lain yang menggunakan CPO sebagai bahan baku ikut naik," kata Eddy kepada Katadata. Jumat (10/10).

Eddy menjelaskan CPO berkontribusi sekitar sepertiga dari pasokan minyak nabati dunia. Indonesia memasok sekitar seperlima dari pasokan minyak nabati secara global.

Namun Eddy menekankan pasokan CPO di dalam negeri akan terjaga pada tahun depan. Sebab, pengusaha CPO harus menaati kebijakan kewajiban pasar domestik atau DMO untuk mendapatkan persetujuan ekspor.

Walau demikian, Eddy menilai pemangku kepentingan harus mendorong volume produksi CPO dalam waktu dekat. Strategi utama yang dipilih adalah intensifikasi melalui peremajaan kebun sawit.

"Produksi harus dikejar melalui program Peremajaan Sawit Rakyat atau PSR, sebab peremajaan pada kebun sawit milik petani kecil menjadi masalah utama peningkatan produksi nasional," katanya.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan pemerintah akan mengurangi ekspor crude palm oil (CPO) sebanyak 5,3 juta ton. Pengurangan dilakukan guna mendukung pelaksanaan program mandatori campuran biodiesel 50% atau B50 untuk bahan bakar minyak (BBM) Biosolar pada 2026.

Menurut Amran, langkah pengurangan diambil sebagai upaya untuk memastikan ketersediaan bahan baku fatty acid methyl ester atau FAME untuk komponen utama biodiesel. Ia menjelaskan Indonesia kini mengekspor 26 juta ton CPO per tahun dari total produksi nasional yang berada di sekitar 46 juta ton. Adapun sisa 20 juta ton CPO diolah di dalam negeri.

"B50 membutuhkan CPO 5,3 juta ton. Ekspor ini nantinya kita tarik 5,3 juta ton untuk kemudian dijadikan biofuel. Jadikan pengganti Solar," kata Amran dalam konferensi pers di Istana Merdeka Jakarta pada Kamis (9/10).

Meski begitu, ia menekankan rencana penyesuaian volume ekspor CPO akan tetap bersifat dinamis mengikuti kondisi pasar global. Pemerintah menurut dia akan melihat situasi yang lebih berpihak pada masyarakat.

"Kalau harga CPO dunia naik, mungkin saja kita lepas B50 turun menjadi B40 kembali. Tapi begitu harga turun, kita tarik kembali menjadi biofuel," ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...