Lima Penyebab Iran Catatkan Tingkat Kematian Tertinggi Akibat Corona
Iran mencatat jumlah kematian terbanyak kedua setelah Tiongkok akibat infeksi virus corona (Covid-19). Namun, tingkat kematian (mortality rate) akibat virus corona di Iran yang mencapai 11%, jauh di atas Tiongkok yang sebesar 3,5%.
Seperti dilansir NBC News, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Iran mengatakan, ada 26 warganya yang meninggal dunia dari 245 kasus infeksi virus corona yang ditemukan di negara tersebut, Kamis (27/2). Sementara di Tiongkok, jumlah korban jiwa mencapai 2.747 orang dari total 78.497 kasus positif virus corona.
Korea Selatan, yang menjadi negara kedua dengan jumlah kasus infeksi terbanyak, melaporkan pasien corona yang meninggal dunia sebanyak 13 orang dari 1.766 kasus yang terkonfirmasi. Ini berarti tingkat kematian akibat virus corona di Korsel di bawah 1%.
Wakil Presiden Iran untuk Urusan Wanita dan Keluarga, Masoumeh Ebtekar, merupakan tokoh yang baru-baru ini dinyatakan positif mengalami infeksi virus corona. Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Iran Iraj Harirchi dinyatakan positif terjangkit virus corona pada Rabu (26/2). Selain kedua tokoh tersebut, dua anggota parlemen Iran juga positif terkena virus corona.
(Baca: Wakil Presiden hingga Ketua Komisi di Parlemen Iran Positif Corona)
Apa yang menyebabkan penyebaran virus corona di Iran terjadi dengan cepat dan menimbulkan banyak korban jiwa? Berikut ini beberapa alasannya.
1. Tidak ada karantina di kota-kota yang ditemukan kasus infeksi Covid-19
Penyebaran virus corona diperkirakan bermula dari Kota Qom, kota metropolitan terbesar ketujuh di Iran, pekan lalu. Qom berada sekitar 140 km dari Teheran, ibu kota negara Iran. Kasus infeksi corona ini belum diketahui asalnya karena tidak terkait dengan pendatang dari Tiongkok maupun Kota Wuhan, yang menjadi pusat penyebaran virus tersebut. Sejak saat itu, penyebaran virus corona di Iran telah mencapai tujuh provinsi lainnya.
Iran menerapkan larangan untuk berkunjung ke beberapa situs suci dan membatalkan pelaksanaan salat Jumat di beberapa masjid setempat. Namun, Presiden Iran Hassan Rouhani menyatakan belum ada rencana untuk mengkarantina kota-kota yang melaporkan kasus infeksi virus corona.
(Baca: Wakil Menteri Kesehatan Iran Tertular Virus Corona)
2. Perbatasan yang terbuka dengan negara-negara lain
Para pakar kesehatan yang diwawancarai NBC News menyatakan, Iran bisa menjadi pusat penyebaran virus corona di Timur Tengah. Selain masalah kurangnya pasokan masker dan hand sanitizer, Iran memiliki perbatasan yang terbuka dengan negara-negara yang kondisinya kurang stabil karena peperangan atau gejolak lainnya. Irak, Kuwait, Oman, dan Afganistan melaporkan kasus pertama infeksi corona setelah sang pasien mengunjungi Iran.
3. Pemerintah Iran enggan membuka data infeksi virus corona
Kepala Universitas Ilmu Kesehatan di Qom, Mohammad Reza Ghadir, mengatakan Kementerian Kesehatan Iran memintanya untuk tidak mengumumkan statistik terbaru mengenai penyebaran virus corona. "Sebagian besar tes dilakukan di Teheran dan mereka yang mengumumkannya," kata Ghadir, seperti dikutip NBC News.
Pakar kesehatan lainnya mengatakan laporan jumlah kasus infeksi corona di Iran jauh tertinggal dari angka kematian yang dilaporkan. Hal ini karena mereka tidak menghitung kasus-kasus infeksi yang tidak parah. Bisa juga hal tersebut disebabkan oleh cara mereka dalam menguji dan mendiagnosis pasien karena kurangnya peralatan medis yang mendukung.
"Ini merupakan masalah pelaporan yang tidak sesuai antara kasus infeksi dengan kematian yang terjadi," kata Direktur Center for Global Health Studies Seton Hall University, Yanzhong Huang.
Guru Besar Pengobatan Preventif dan Penyakit Menular di Vanderbilt University Medical Center, William Schaffner, mengatakan belum diketahui apakah Iran memiliki kemampuan untuk melakukan tes virus corona di kota-kota kecil dan perdesaan. Mereka tidak bisa hanya mengandalkan laporan dari pasien dengan gejala yang parah yang dirawat di rumah sakit yang besar. "Banyak negara tidak memiliki kapasitas ini, mereka tidak memiliki tradisi itu di sistem kesehatan publik," ujar Schaffner.
4. Pasien berusia lanjut lebih rentan terhadap infeksi corona
Schafnerr mengatakan, pasien yang berusia lanjut merupakan bagian dari populasi yang paling rentan terhadap infeksi virus corona. "Jika infeksi virus corona terjadi pada pasien usia lanjut yang sudah memiliki banyak penyakit, ini bisa menjelaskan mengapa angka kematian di Iran tinggi," katanya.
5. Ketidakmampuan pemerintah Iran mengusut kasus infeksi virus corona
Koresponden NBC News John Torres mengatakan, hingga saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan adanya perubahan profil genetik covid-19. "Tidak ditemukan kasus mutasi virus di wilayah lain," kata Torres. Tingginya angka kematian akibat virus corona di Iran kemungkinan disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah mengusut dari mana virus tersebut masuk ke Iran.
(Baca: WHO: Kasus Virus Corona Bertambah, 9 Negara Laporkan Kasus Pertama)