Konflik Myanmar Makin Berdarah, 510 Orang Tewas Usai Kekerasan Militer
Kondisi politik semakin hari semakin kacau usai kudeta di Myanmar. Hingga Senin (29/3), konflik telah menewaskan sedikitnya 510 warga sipil sejak protes yang dimulai 1 Februari.
Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik (AAPP) melaporkan 14 warga sipil tewas pada Senin (29/3) usai kekerasan militer. Sedangkan angka kematian tertinggi terjadi pad Sabtu (27/3) lalu dengan 141 warga sipil meninggal dunia.
"Korban tewas pada hari Senin termasuk setidaknya delapan di pinggiran Dagon Selatan kota utama Myanmar, Yangon," demikian keterangan AAPP dikutip dari Reuters, Selasa (30/3).
Saksi mata mengatakan militer menembakkan senjata kaliber seperti granat ke arah pengunjuk rasa yang bersembunyi di belakang barikade pasir. Sedangkan seorang penduduk Dagon mengatakan aparat telah melancarkan operasi di wilayah tersebut hinggal malam.
"Terjadi penembakan sepanjang malam," kata warga yang enggan disebutkan namanya itu.
Sedangkan para demonstran menggunakan taktik baru yakni meninggalkan sampah di jalan dan tempat umum. Strategi tersebut merupakan bagian dari pembangkangan sipil yang terus dilancarkan. “Aksi mogok sampah ini adalah aksi menentang junta,” tulis sebuah poster di media sosial.
Ancaman Kelompok Minoritas
Tak hanya itu, salah satu motor unjuk rasa yakni Komite Pemogokan Umum Nasional mengirimkan surat terbuka kepada pasukan dari etnis minoritas. Isinya membantu mereka untuk melawan penindasan militer.
Tiga kelompok pasukan, Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar, Tentara Arakan, dan Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang lalu mengancam tentara untuk menghentikan kekerasan. Jika tidak mereka akan bekerja sama dengan seluruh kelompok etnis untuk membela diri. “Pembunuhan brutal terhada warga sipil tak berdosa ini tidak dapat diterima,” jata Juru Bicara Tentara Arakan Khine Thu Kha.
Kelompok tentara ini sebelumnya pernah berperang dengan pemerintah pusat selama beberapa dekade untuk mendapatkan otonomi lebih besar. Memanasnya suhu politik membuat gesekan tentara lokal dengan Tatmadaw (tentara nasional Myanmar) kembali terjadi.
Bentrokan besar di dekat perbatasan Thailand Meletus akhir pekan lalu antara tentara Myanmar dan pasukan Serikat Nasional Karen (KNU). Sekitar tiga ribu penduduk wilayah tersebut melarikan diri ke Thailand saat jet militer tentara menjatuhkan bom.
Kondisi seperti ini membuat negara tetangga khawatir kondisi ini dapat dipulihkan dengan cepat. Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakhrisnan juga mendesak negara lain di Asia Tenggara memberi bantuan kepada Myanmar secara konstruktif.
"Ini akan memakan waktu cukup lama untuk menyelesaikannya. Saya harus mengakui bahwa saya pesimis," kata Balakrishnan.
Balakhrisnan sebelumnya telah mengunjungi Indonesia, Malaysia, dan Singapura sepanjang pekan lalu. Di Indonesia, ia menemui Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri Retno P Marsudi.
Reporter/Penyumbang Bahan: Muhammad Fikri (Magang)