Lima Tragedi Sepak Bola Terburuk di Dunia, Stadion Kanjuruhan Nomor 2
Kerusuhan suporter usai duel Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada perhelatan Liga 1, Sabtu (1/10) malam di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, menyebabkan sedikitnya 127 korban jiwa dan 180 lainnya mengalami luka-luka. Selain itu, kondisi stadion yang hancur, serta beberapa kendaraan dan fasilitas umum dirusak.
Meski kepolisian mencatat jumlah korban meninggal dunia akibat tragedi ini mencapai 127 orang per Minggu pagi (2/10), sementara media asing melaporkan total mencapai 129 orang. Namun, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendapatkan informasi bahwa jumlahnya terhitung hingga 153 orang.
Jumlah korban jiwa dalam peristiwa ini merupakan tragedi sepakbola kedua terburuk di dunia.
Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber, berikut lima tragedi terburuk sepakbola di dunia, berdasarkan korban jiwa.
1. Estadio Nacional, Lima (1964)
Tragedi paling mematikan terjadi di Peru. Kemarahan atas gol yang dianulir pada akhir pertandingan penting kualifikasi Olimpiade antara Peru melawan Argentina pada 24 Mei 1964, menyebabkan suporter Peru menginvasi lapangan.
Kepolisian yang menjaga lantas menembakkan gas air mata ke arah kerumunan dengan maksud meredakan kericuhan.
Gas air mata menyebabkan para suporter panik dan ketika mereka mencoba melarikan diri keluar stadion, ternyata gerbang keluar masih dalam posisi tertutup.
Akibatnya sekitar 328 orang tewas dalam tragedi ini. Banyak orang di Peru percaya bahwa jumlah korban tewas jauh lebih tinggi.
2. Stadion Kanjuruhan, Malang (2022)
Kerusuhan terjadi setelah pertandingan antara Arema FC dan Persebaya Surabaya selesai. Persebaya menang 3-2 dari Arema FC dalam laga lanjutan BRI Liga 1 2022/2023 ini.
Usai peluit panjang berbunyi, sontak suporter Aremania merangsek masuk ke lapangan, dan menyerang pemain klub kesayangan mereka. Sementara pemain Persebaya langsung meninggalkan lapangan menggunakan kendaraan barracuda Polri.
Tak hanya menyerang sejumlah pemain Arema FC, suporter juga melemparkan suar atau flare, dan benda lainnya yang dapat mereka raih. Bahkan terlihat sejumlah titik api di dalam stadion.
Petugas keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter tersebut dengan menembakkan gas air mata.
Akibatnya, ribuan suporter di tribun panik dan berusaha melarikan diri. Di antara mereka akhirnya banyak yang pingsan dan kesulitan bernapas karena berjejalan untuk keluar stadion.
3. Stadion Olahraga Ohene Djan, Accra (2001)
Kericuhan terjadi pada 9 Mei 2001 ketika pertandingan liga antara dua tim sepak bola top Ghana, Accra Hearts of Oak dan Asante Kotoko.
Suporter yang kecewa terhadap jalannya pertandingan mulai melemparkan beragam benda ke lapangan.
Sikap ini direspons polisi dengan menembakkan gas air mata. Kepanikan akibat terkena gas air mata membuat ribuan suporter memilih melarikan diri. Sama halnya dengan yang terjadi di Lima, Peru, ketika keluar, mereka mendapati terjebak oleh pintu keluar yang masih dalam posisi tertutup.
Total sebanyak 127 orang dilaporkan tewas akibat saling berjejal dan berusaha keluar stadion.
4. Stadion Hillsborough, Sheffield (1989)
Mungkin bagi para penggemar sepakbola, tragedi ini menjadi yang paling diingat karena melibatkan salah satu klub terkemuka di Inggris, yakni Liverpool.
Di tengah serangkaian bencana stadion Inggris yang mematikan, peristiwa di Hillsborough cukup menonjol sebagai yang terburuk, seperti terlihat dari berbagai investigasi dan uji coba yang telah dihasilkan selama 30 tahun terakhir.
Kelebihan kapasitas stadion pada pertandingan antara Liverpool melawan Nottingham Forest, menyebabkan para suporter yang berada pada barisan terdepan tribun berdiri, terhimpit pagar pembatas stadion.
Meski begitu, suporter di luar stadion masih terus berusaha untuk memasuki pintu masuk ke tribun berdiri.
Sesaat sebelum kick-off, untuk mengurangi kepadatan kepolisian memerintahkan pintu keluar C dibuka. Namun, tindakan ini justru yang menyebabkan suporter yang mengantre di luar stadion merangsek masuk.
Hal ini mengakibatkan kepadatan di koridor pintu keluar C. Akibatnya 94 orang tewas di lokasi, dan 766 cedera. Sementara seorang korban tewas di rumah sakit beberapa hari kemudian, dan korban lainnya meninggal pada 1993 sebagai efek dari peristiwa tersebut.
Pada Juli 2021, koroner memutuskan bahwa Andrew Devine, yang meninggal 32 tahun setelah peristiwa ini akibat menderita kerusakan otak parah menjadi korban ke-97.
Tragedi ini menjadi jumlah kematian tertinggi dalam sejarah olahraga Inggris. Sekaligus merevolusi industri sepakbola Inggris menjadi seperti yang kita lihat hari ini.
5. Dasarath Rangasala Stadium, Kathmandu (1988)
Bencana Stadion Dasharath terjadi pada 12 Maret 1988, ketika pertandingan sepak bola antara tim Pabrik Rokok Janakpur dari Nepal, melawan Tentara Pembebasan dari Bangladesh.
Di tengah pertandingan, terjadi badai es yang dahsyat, sehingga para suporter berusaha menyelamatkan diri. Ribuan orang berusaha keluar pada saat bersamaan, dan menuju beberapa pintu keluar yang tersedia.
Akan tetapi, mereka menemukan diri terjebak, setelah pintu keluar masih dalam posisi terkunci. Akibatnya, orang-orang saling berdesakan dan terinjak-injak.
Sebanyak 93 orang tewas dan 100 lainnya mengalami luka-luka.
Daftar tragedi stadion sepak bola masih panjang, dari tragedi di Estadio Nacional Doroteo Guamuch Flores, Guatemala, akibat tribun yang ambruk akibat kelebihan kapasitas dan menyebabkan 82 orang tewas, hingga bencana di stadion Heysel, Belgia (39 tewas dan 600 korban luka-luka.
Tak hanya kerusuhan dan saling himpit untuk berusaha keluar stadion, umumnya tragedi di stadion juga terjadi akibat kebakaran, buruknya fasilitas stadion, hingga kebijakan aparat keamanan yang keliru dan menyebabkan situasi semakin buruk.