Investasi Cina di Asia Naik 37%, Indonesia Penerima Terbesar

Hari Widowati
7 Maret 2024, 09:59
Ilustrasi investasi Cina di Indonesia
ANTARA FOTO/Desca Lidya Natalia/tom.
Presiden Joko Widodo dan Presiden China Xi Jinping berjabat tangan saat menghadiri Operasionalisasi Komersial Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Great Hall of the People, Beijing, China, Selasa (17/10/2023).
Button AI Summarize

Laporan Griffith University Brisbane dan Fudan University Shanghai menunjukkan investasi Cina di kawasan Asia-Pasifik meningkat 37% menjadi hampir US$20 miliar atau sekitar Rp 312 triliun pada 2023. Sekitar 50% dari investasi Cina itu masuk ke Asia Tenggara dengan Indonesia sebagai penerima terbesar, yakni US$7,3 miliar atau sekitar Rp 113,88 triliun.

Sebagian besar dari jumlah tersebut adalah akuisisi TikTok terhadap 75% unit e-commerce milik PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), yakni Tokopedia, senilai US$840 juta atau Rp 13,1 triliun. Ini adalah sebagian dari upaya raksasa internet asal Cina ini untuk kembali ke e-commerce Indonesia setelah regulator memaksa TikTok untuk memisahkan fitur belanjanya dari fungsi media sosial pada bulan Oktober lalu.

Menurut Nikkei Asia, laporan ini juga mencatat sekitar US$17 miliar dari investasi tersebut merupakan kontrak konstruksi, yang sebagian dibiayai oleh pinjaman Tiongkok. Nilai kontrak konstruksi ini menandai peningkatan sekitar 14% dibandingkan dengan 2022.

Angka-angka tersebut sangat kontras dengan penurunan 12% dalam keseluruhan investasi asing langsung ke negara-negara berkembang di Asia tahun lalu. Data ini muncul pada minggu yang sama ketika pemerintah Cina menargetkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar sekitar 5% untuk 2024, sama dengan target tahun lalu.

Sebagian besar aktivitas di luar negeri difokuskan pada negara-negara yang selaras dengan Belt and Road Initiative (BRI) yang merupakan upaya Beijing untuk membangun jaringan infrastruktur yang membentang dari Asia ke Eropa dan seterusnya.

Menurut Christoph Nedopil, Direktur Griffith Asia Institute, investasi Tiongkok di negara-negara non-BRI anjlok ke titik terendah sepanjang masa, yaitu sebesar US$120 juta. Angka itu menunjukkan penurunan 90% dari angka yang sudah mencapai rekor terendah pada tahun 2022.

Peserta BRI juga menyumbang 92% dari kontrak konstruksi. "Tren paling menarik yang kami temukan pada tahun 2023 adalah munculnya keterlibatan investasi hijau Cina yang kuat melalui investasi energi dan pertambangan, serta keterlibatan Cina di kawasan ini yang berlawanan dengan tren yang ada, yaitu naik, bukan turun," kata Nedopil kepada Nikkei Asia.

Data tentang keterlibatan Cina (gabungan dari kontrak konstruksi dan investasi) menunjukkan bahwa aktivitas mulai kembali ke praktik-praktik yang terlihat sebelum pandemi Covid-19. Di masa lalu, investasi merupakan komponen utama dari keterlibatan Tiongkok di kawasan ini. Namun pada 2021, konstruksi menyumbang lebih dari 70% untuk pertama kalinya. Tahun lalu, investasi menyumbang sekitar 54% dari total keterlibatan, mendekati tingkat sebelum pandemi.

Investasi Cina di Enam Negara Turun

Di sisi lain, Filipina, Mongolia, Myanmar, Papua Nugini, Tajikistan, dan Turki mengalami penurunan 100% dalam keterlibatan Tiongkok mulai tahun 2022. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada investasi baru atau proyek konstruksi sama sekali.

"Ada berbagai alasan, tetapi biasanya karena penggabungan risiko politik dan ekonomi. Sebagai contoh, Filipina dan Cina mengalami pendinginan hubungan bilateral," kata Nedopil.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...