Pemerintah Bentuk Badan Pengelola Dana Untuk Lingkungan Hidup
Pemerintah membentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) sebagai Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan. BLU tersebut dirancang untuk mengelola pembiayaan di bidang lingkungan hidup.
Selama ini pemerintah mengelola berbagai sumber pendanaan yang mendukung pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun, dukungan pendanaan yang ada belum mencapai target yang diharapkan.
"Tanpa pendanaan, tidak berjalan lingkungan hidup. Baik program yang sifatnya restorasi, konservasi, pencegahan kebakaran hutan itu sangat penting kami urusi," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam peresmian BPDLH di kantornya, Jakarta, Rabu (9/10).
Pemerintah pun membentuk BLU tersebut sesuai mandat Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup dan Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup.
Badan tersebut dijadwalkan mulai beroperasi pada 1 Januari 2020 dengan melibatkan berbagai kementerian/lembaga lintas sektor. Nantinya, akan ada Komite Pengarah yang memberikan arah kebijakan bagi BPDLH.
(Baca: Menteri LHK Klaim Kualitas Udara di Sumatera dan Kalimantan Membaik)
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan BLU itu menjadi langkah konkret Indonesia untuk melengkapi upaya pengendalian dan perubahan iklim.
“Langkah kita dalam implementasi The Paris Agreement semakin konkret," ujar Siti.
Selain itu, BLU diharapkan menjadi inisiator yang memfasilitasi perdagangan karbon (carbon trading) dan kegiatan lain yang termasuk pembinaan masyarakat adat. Kemudian, BLU tersebut akan mendukung investasi seperti investasi industri kayu, pembentukan eco wisata pada lubang bekas tambang, dan lainnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan, pihaknya akan terus mendukung pelaksanaan BPDLH dengan tata kelola yang baik dan efisiensi yang maksimal. "Ini komitmen kami untuk mengurangi emisi karbon tetap bisa dilakukan," ujar Sri Mulyani.
(Baca: Kebakaran Hutan di Indonesia Berpotensi Memicu Kematian di Tiga Negara)
Pemerintah memang memiliki target dalam rangka mencapai komitmen penurunan emisi dalam Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 29% dengan upaya sendiri dan pengurangan emisi 41% dengan dukungan internasional.
Berdasarkan penandaan anggaran perubahan iklim (climate budget tagging), terjadi peningkatan dukungan APBN dalam program nasional terkait isu perubahan iklim, yaitu sebesar Rp 72,4 triliun dalam APBNP 2016, Rp 95,6 triliun dalam APBNP 2017 dan Rp 109,7 triliun dalam APBN 2018. Anggaran tersebut sekitar 3,6% (2016), 4,7% (2017) dan 4,9% (2018) terhadap total anggaran APBN.
Dalam BPDLH tersebut, Menko Perekonomian bakal menjadi Ketua Komite Pengarah. Anggota-anggota Komite Pengarah terdiri dari Menteri LHK (sebagai Wakil Ketua), Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Perhubungan, Menteri Pertanian, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Menteri PPN/Kepala Bappenas), Menteri Perindustrian, dan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Sedangkan Menteri Keuangan melaporkan proses persiapan dan pembentukan BPDLH, termasuk yang berkaitan dengan struktur organisasi; Sumber Daya Manusia (SDM); biaya operasional BPDLH; Standar, Operasional dan Prosedur (SOP); dan mekanisme penyaluran dana.
(Baca: 7 Strategi Jakarta Tangani Polusi Udara, Uji Emisi hingga Penghijauan)
Pada 2017 lalu, emisi karbon dioksida (CO2) di wilayah DKI Jakarta tercatat mencapai 206 juta ton per tahun. Sumbangan terbanyak berasal dari sektor transportasi yang mencapai 182,5 ton per tahun, sedangkan sektor rumah tangga dan industri masing-masing menyumbang 23,9 juta dan 350,3 ribu ton emisi karbon per tahun. Berikut grafik terkait jumlah emisi di DKI Jakarta :