Data Ekonomi AS Melemah, Harga Minyak Lanjutkan Tren Negatif
Harga minyak lanjutkan tren negatif dalam perdagangan di bursa berjangka Amerika Serikat (AS) pada Kamis waktu setempat atau Jumat (4/10) WIB. Harga minyak telah melemah sejak empat hari terakhir.
Mengutip Reuters, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) turun US$ 19 sen menjadi US$ 52,45 per barel. Sedangkan harga minyak mentah berjangka jenis Brent berhasil naik, namun hanya sebesar US$ 2 sen menjadi US$ 57,71 per barel.
Biarpun begitu, selama sesi perdagangan, patokan harga kedua jenis minyak tersebut terus berada di level terendah sejak awal Agustus. Melemahnya data ekonomi AS menjadi salah satu penyebabnya.
Sebuah survei menunjukkan pertumbuhan sektor jasa AS melambat ke laju yang paling lemah dalam tiga tahun terakhir pada bulan lalu. Selain itu, pertumbuhan lowongan kerja AS juga melemah dalam lima tahun terakhir.
(Baca: Pasokan dari AS Berlebih, Harga Minyak Mentah Merosot 2%)
Menurut Direktur Energi berjangka Mizuho, Bob Yawger, harga meinyak terus turun dalan satu hari perdagangan. Namun sebenarnya, harga minyak mentah berjangka telah turun dalam delapan sesi terakhir.
"Masalah terjadi baik dari suplai maupun permintaan. Penyimpanan jadi masalah bagi penyimpanan, data ekonomi jadi masalah dari sisi permintaan, dan kedua faktor tersebut berada pada sisi yang salah," ujar Yawger dikutip dari Reuters.
Apalagi sebuh survei menunjukkan bisnis perdagangan di zona Eropa juga turut melemah. Data ekonomi tersebut semakin menekan harga minyak.
Padahal harga minyak mendapatkan dorongan dari kemungkinan adanya kesepakatan antara AS dan Tiongkong. "Minggu depan AS dan Tiongkong akan membicarakan perdagangan yang mungkin bisa memberikan dukungan (harga minyak)," kata Market Strategis AxiTrader Stephen Innes.
(Baca: Harga Minyak Kembali Anjlok, Dipicu Memburuknya Data Ekonomi AS )
Pada tahun ini, harga minyak Brent telah meningkat sekitar 7%, didukung oleh pemotongan pasokan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu termasuk Rusia. Ditambah penurunan ekspor minyak Iran dan Venezuela karena sanksi AS.
Meskipun demikian, kekhawatiran terhadap memburuknya prospek ekonomi telah membayangi suplai. Selain itu, prospek gangguan produksi di Timur Tengah belum menjadi perhatian bagi investor.
Padahal harga minyak jenis Brent bisa melonjak ke level ke $ 72 per barel pada 16 September setelah serangan terhadap instalasi minyak Arab Saudi yang mengurangi lebih dari setengah produksi negara itu. Namun harga kedua jenis minyak dunia, Brent dan WTI, telah berada dibawah level harga sebelum serangan tersebut.
Sebab, Arab Saudi sudah bisa melanjutkan produksinya. "Dengan kurangnya data penguatan ekonomi, sulit untuk meningkatkan harga menjadi bullish," kata Analis Petromatrix Olivier Jakob.
(Baca: Harga Komoditas Turun Diduga jadi Penyebab Penjualan Kendaraan Lesu)