Gerindra, PKS, dan Demokrat Persoalkan Adanya Dewan Pengawas KPK
Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam rapat tersebut ada tiga fraksi yang memberikan catatan terkait perubahan payung hukum komisi antirasuah tersebut yakni Gerindra, PKS, dan Demokrat.
Ketiganya mempersoalkan mengenai pemilihan anggota Dewan Pengawas langsung oleh Presiden yang termaktub dalam Pasal 37A-37G. Ketua Fraksi Gerindra di DPR Edhy Prabowo mengatakan Gerindra keberatan jika Dewan Pengawas langsung ditunjuk oleh Presiden tanpa melalui lembaga independen. Ini lantaran ada potensi penyalahgunaan wewenang Dewan Pengawas terhadap kerja KPK.
“Kami tidak bertanggung jawab terhadap penyalahgunaan semangat penguatan KPK itu sendiri, yang ujungnya malah melemahkan,” kata Edhy di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/9).
(Baca: Meski Dikritik, DPR Tetap Sahkan Revisi UU KPK)
Anggota DPR dari Fraksi Demokrat Erma Suryani Ranik juga tidak sepakat pemilihan Dewan Pengawas diserahkan sepenuhnya kepada Presiden. Namun Erma mengatakan, Demokrat pada prinsipnya mendukung RUU KPK untuk menguatkan upaya pemberantasan korupsi.
“Demokrat mengingatkan adanya abuse of power apabila menjadi kewenangan Presiden,” kata Erma.
Anggota DPR dari Fraksi PKS Ledia Hanifa mengatakan pemilihan anggota Dewan Pengawas langsung oleh Presiden tidak sesuai dengan semangat menjadikan KPK bebas dari intervensi. Fraksi PKS juga tak sepakat adanya poin KPK harus minta izin dari Dewan Pengawas untuk menyadap.
Menurut Ledia, penyadapan merupakan senjata KPK untuk mencari bukti mengungkap kasus korupsi. Dengan keharusan meminta izin Dewan Pengawas, dia menilai hal itu justru bakal melemahkan komisi antirasuah.
(Baca: RUU KPK Disahkan Hari Ini, DPR Bantah Terburu-buru)
“Cukup memberitahukan, bukan meminta izin ke Dewan Pengawas dan monitoring ketat agar penyadapan tidak melanggar hak asasi manusia," kata Ledia.