Hyundai Motor Bangun Basis Produksi di Indonesia 2021
Raksasa otomotif asal Korea Selatan, Hyundai Motor Company (HMC) dikabarkan segera merealisasikan investasinya di Indonesia. Perusahaan akan membangun pabrik berkapasitas 70 ribu hingga 250 ribu unit kendaran pada 2021.
Rencananya investasi tersebut diungkapkan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto setelah mengadakan pertemuan dengan Executive Vice President HMC Park Hong Jae di Seoul, pekan lalu. “Hyundai telah menegaskan komitmen mereka untuk segera memulai investasi di Indonesia," kata Airlangga dalam keterangan resmi dikutip Senin (1/7).
Menurutnya, pemerintah akan mendukung rencana investasi baru tersebut dengan fasilitas fiskal yang sudah tersedia. Perusahaan akan mulai produksi pada 2021 dengan jenis kendaraan yang akan digarap di Indonesia, antara lain adalah SUV, MPV, hatchback dan sedan.
(Baca: Toyota Investasi Rp 28 Triliun untuk Bangun Mobil Listrik di Indonesia)
Airlangga menyebut, Indonesia akan menjadi basis produksi Hyundai untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Dari jumlah kapasitas produksinya nanti, sebanyak 47% akan dialokasikan untuk pasar domestik dan 53% lainnya untuk ekspor. Pabrik Hyundai tersebut juga diklaim bakal mampu menyerap 3.500 orang tenaga kerja.
Pada kunjungannya di HMC saat itu, Airlangga sempat ikut menguji dan mengamati mobil berbahan bakar hydrogen milik pabrikan yang bernama Hyundai Nexo. Menurutnya, Pemerintah Indonesia akan mendorong investasi industri kendaraan elektrik dengan pemberian fasilitas tax holiday.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Harjanto mengatakan, sejak awal Januari 2018, Hyundai mengungkapkan rencana untuk membangun pabrik di kawasan Asean dan Indonesia sebagai pilihan lokasinya.
Indonesia dinilai sebagai salah satu lokasi bernilai tambah seiring dengan ketersediaan bahan baku bijih nikel yang bisa digunakan untuk produksi baterai lithium-ion sebagai komponen penting kendaraan listrik.
Harjanto menjelaskan, dari total kapasitas produksi HMC di Indonesia, sebagian akan digunakan untuk membuat kendaraan listrik. Dari kapasitas itu, sebagian besar untuk mengisi pasar ekspor ke Asia Tenggara dan Australia, serta sisanya untuk memenuhi kebutuhan domestik.
(Baca: Penjualan Mobil Murah pada Mei 2019 Turun 16,88%)
Menteri Perdagangan, Industri dan Energi (MoTIE) Korea Selatan Sung Yun Mo menambahkan, penguatan kerja sama Indonesia dan Korea Selatan meliputi banyak sektor industri. Tidak hanya sektor industri baja dan kimia, tetapi juga akan menyasar ke sektor industri otomotif. Bahkan, investasi ini dinilai penting karena dapat memperdalam struktur manufaktur dan meningkatkan daya saing industri di Indonesia.
“Kerja sama otomotif juga membuka kesempatan untuk penyedia komponen, dengan kebutuhan komponen kendaraan yang cukup banyak, ini bisa memperkuat juga IKM di Indonesia. Kerja sama ini sangat berarti, karena akan meningkatkan daya saing, dan berkontribusi terhadap ekosistem industri yang lebih sehat,” ujarnya.
Investasi Toyota
Rencana pemerintah mendorong pengembangan kendaraan listrik menarik minat investasi perusahaan manufaktur otomotif Jepang. Toyota Motor Corp. bakal menyuntik US$ 2 miliar atau sekitar Rp 28,3 triliun untuk pengembangan mobil listrik dalam empat tahun ke depan.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, President Toyota Motor Corp. Akio Toyoda dalam sesi One on One Meeting, di Osaka, Jepang, mengatakan perusahaan bakal mengembangkan kendaraan berbasis listrik khususnya hybrid di Indonesia dengan investasi tersebut.
(Baca: Bappenas Sebut Mobil Nasional Masih Sulit Bersaing dengan Merek Dunia)
“Rencana investasi Toyota berikutnya terkait dengan kebijakan pemerintah yang baru, yaitu pengembangan mobil listrik," kata Airlangga dalam keterangan tertulis dikutip Jumat (28/6).
Menurutnya, pengembangan mobil listrik akan diatur dalam dua Peraturan Pemerintah (PP). Pertama, PP mengenai percepatan kendaraan berbasis elektrik. Kedua, penerapan PPnBM untuk industri berbasis elektrik, yang di dalamnya termasuk hybrid. "PPnBM itu akan menjadi nol kalau berbasis elektrik dan emisinya paling rendah,” ujarnya.