Ombudsman Akan Gelar Pemeriksaan Khusus Maladministrasi Lelang Tambang
Ombudsman Republik Indonesia akan melakukan pemeriksaan khusus guna mendalami Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan-nya (LAHP) mengenai maladministrasi lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) pada tahun lalu. Pihaknya bakal memanggil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta pejabat terkait.
"Langkah Ombudsman sudah jelas, mendorong LAHP ditindak lanjuti. Bisa diawali dengan pemeriksaan khusus," kata Komisioner Ombudsman La Ode Ida kepada katadata.co.id, Rabu (6/3).
Sebelum pemeriksaan khusus, pihaknya akan memberikan penjelasan kembali kepada Kementerian ESDM tentang posisi maladministrasi yang ditunjukkan dalam LAHP Ombudsman. Maka itu, pihaknya akan memanggil pejabat terkait.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Gatot Ariyono menyatakan, pihaknya telah mengirimkan surat kepada Ombudsman yang menjelaskan bahwa lelang WIUPK pada tahun lalu sudah sesuai dengan prosedur.
(Baca: Kementerian ESDM Bantah Adanya Maladministrasi Lelang Tambang)
Ia pun memastikan bahwa PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. yang memenangkan lelang dua wilayah WIUPK tahun lalu, tetap akan diberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi. "Sudah dijelaskan, itu sudah sesuai dengan prosedur. Statusnya masih demikian," kata dia kepada katadata.co.id, Senin (4/3).
Temuan Ombudsman Menyatakan Bahwa Pihaknya Menemukan Empat Maladministrasi
Pada tahun lalu, Kementerian ESDM melelang enam wilayah tambang yakni Bahodopi Utara dan Matarape di Sulawesi Utara; Suasua dan Latao di Sulawesi Tenggara; Kolonodale di Sulawesi Tengah; dan Rau Pandan di Jambi. Dari enam wilayah itu, hanya Rau Pandan Jambi yang bukan wilayah penciutan milik PT Vale Indonesia Tbk.
Antam memenangkan lelang untuk WIUPK yang terletak di Bahodopi Utara dan Matarape. Bahodopi Utara memiliki luas 1.896 hektare. Nilai Kompensasi Data Informasi (KDI) Rp 184 miliar. Komoditas yang dihasilkan wilayah ini yakni nikel. Sementara itu, WIUPK di Matarape bisa menghasilkan nikel dan luasnya 1.681 hektare. KDI sebesar Rp 184.05 miliar.
Namun, pada awal Januari, Ombudsman menyatakan bahwa pihaknya menemukan empat maladministrasi dalam lelang wilayah tambang tahun lalu. Berdasarkan informasi yang diperoleh katadata, terdapat beberapa poin maladministrasi.
(Baca: Tersandung Maladministrasi, Antam Tunggu Keputusan Pemerintah)
Poin pertama maladministasi tersebut adalah penetapan WIUPK. Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2010, wilayah tambang harus berubah terlebih dulu menjadi Wilayah Pencadangan Negara (WPN) terlebih dulu.
Penetapan WPN harus melalui persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kemudian, setelah melalui WPN, bisa ditetapkan sebagai WIUPK dengan mempertimbangkan aspirasi dari pemerintah daerah.
Kedua, seharusnya WIUPK Operasi Produksi tidak bisa berubah statusnya menjadi WIUPK eksplorasi. Ini mengacu Undang-undang Nomor 4 tahun 2009.
Ketiga, maladministasi mengenai peserta lelang. Ombudsman menemukan kalau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sulawesi Tengah yakni PD Konosara telah memenuhi persyaratan finansial dan terpilih sebagai pemenang lelang. Namun, Ditjen Mineral dan Batu Bara membatalkan pemenangan tanpa penjelasan.
(Baca: Empat Maladministrasi Lelang Wilayah Tambang Temuan Ombudsman)
Keempat, Ombudsman menemukan BUMD PT Pembangunan Sulawesi Tengah tidak diberikan kesempatan melakukan evaluasi ulang terhadap dokumen yang diberikan kepada pemerintah. Seharusnya, jika BUMD belum melengkapi dokumen, pemerintah berhak memberikan kesempatan kepada BUMD untuk melengkapinya.
Dari temuan itu, Ombudsman menyarankan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara (Minerba) membatalkan pemenang lelang. Menteri ESDM pun harus membatalkan keputusan Nomor 1802 K/30/MEM/2018 tentang WIUP dan WIUPK periode 2018. Setelah dibatalkan status berubah dari WIUPK menjadi WIUP, sehingga pemerintah daerah memiliki kewenangan mengelola wilayah tambang tersebut.