Bekraf Akan Tolak Pasal Janggal di RUU Permusikan
Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyatakan pemerintah tidak akan menyetujui pasal-pasal dalam draf Rancangan Undang-Undang tentang Permusikan yang argumennya tidak relevan. Hal ini dikemukakan menyusul pro dan kontra di kalangan pemusik terkait regulasi ini.
Kepala Bekraf Triawan Munaf menuturkan, RUU Permusikan merupakan produk inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Saya jamin pemerintah tidak akan menerima pasal aneh, jangan sampai pasal-pasal ini lolos," katanya, di Jakarta, Rabu (6/2).
Pelaku industri musik diminta tidak khawatir secara berlebihan karena pemerintah akan mengawal pembahasan draf regulasi tersebut. Mereka juga diarahkan agar lebih fokus menggelar ruang diskusi yang membangun.
Apalagi, proses pembahasan RUU masih panjang. Masyarakat diharapkan tidak khawatir kebijakan ini akan membatasi hak bekreasi. "Kreativitas itu nomor satu," ucap Triawan. (Baca juga: Koalisi Penolak RUU Musik Minta Enam Pasal Dihapus)
Bekraf mengakui bahwa aktivitas di sektor ekonomi kreatif (ekraf) membutuhkan payung hukum. Tapi, regulasi yang hadir selayaknya mengatur tata kelola industri secara relevan alias tidak mengekang sisi kreatif.
Sebelumnya, Koalisi Seni Indonesia bersama ratusan pemusik meminta penghapusan enam pasal di dalam RUU Permusikan. Tak hanya itu, konten draf regulasi ini secara keseluruhan juga dinilai lemah.
(Baca juga: Svara, Platform Radio Internet Lokal Bidik 2 Juta Pengguna)
Pegiat permusikan Wendi Putranto mengatakan, koalisi nasional penolak RUU Permusikan semula tidak anti terhadap draf regulasi ini. "Tapi ternyata isi pasal-pasalnya lemah semua," katanya.
Sejumlah pasal yang diminta agar dihapus, yaitu Pasal 5, 10, 12, 13, 15, dan 50. Sebelumnya, mereka mengkritik sebanyak 19 pasal yang dinilai tidak relevan dengan praktik industri musik di Tanah Air.