Perempuan-perempuan Tangguh di Industri Migas yang Maskulin

Image title
22 Desember 2018, 12:00
Rig TKBY-2 Blok Pangkah Saka Energi
Saka Energi

Sekitar 20 pria memperhatikan dengan saksama paparan Juliana. Di area rig, perempuan 25 tahun ini menerangkan kondisi terkini sumur minyak dan gas di Lapangan Tambakboyo, bagian dari Blok Pangkah yang terletak sekitar dua jam perjalanan dari lepas pantai Surabaya, Jawa Timur.

PT Saka Energi Indonesia, pemegang kontrak lapangan migas itu, sedang mengembangakan sumur eksplorasi ketiga untuk membuktikan cadangan energi di sana. Dan Juli, demikian dia biasa disapa, satu di antara sejumlah petugas lapangan yang bertanggung jawab atas kelancaran proyek tersebut. Dengan paparan drilling tersebut, “Supaya mereka paham overview program sumurmya,” kata Juli beberapa waktu lalu.

Hampir dua tahun ini Juli menduduki company woman, jabatan yang disandang ketika bergabung selepas lulus kuliah pada 2015. Ini adalah posisi prestisius di lapangan migas. Dia merupakan insinyur perempuan pertama di anak usaha Perusahaan Gas Negara (PGN) itu yang turun ke lapangan dan memegang kendali cukup besar di anjungan lepas pantai.

(Baca: Kemajuan Baru, Saka Mulai Bor Sumur Ketiga di Blok Pangkah)

Juli pun menjadi representasi perusahaan minyak itu. Ia mensupervisi dan memastikan operasi rig atau instalasi pengeboran berjalan sesuai program yang diberikan drilling superintendent atau engineer.

Saka Energi Indonesia
(Katadata | Hindra)

Bergabung dalam Saka Fresh Graduate Drilling Program, Juli salah satu peserta magang berprestasi yang kemudian direkrut sebagai karyawan. Dari dua perempuan yang diproyeksikan menjadi company woman, dia yang bertahan. Di sini, Juli tak hanya melaksanakan proyek demi proyek dengan baik, ia tumbuh menjadi engineer perempuan yang tangguh. Tak heran kesempatan dan promosi menyapanya.

Dia terlahir sebagai perempuan, muda, dan beretnis Tionghoa. Triple minority ini sempat membuatnya gentar menghadapi banyak tatangan. Misalnya saja sistem bekerja per dua pekan yang menjauhkannya dari keluarga—terlebih sebagai junior harus mengisi shift malam hingga pagi. Usianya yang masih belia membuat kemampuannya kerap dipertanyakan sebagai nakhoda pengendali daerah operasi.

“Menjadi satu-satunya perempuan di tengah laut dengan partner kerja yang 100 % laki-laki sempat membuat ragu. Apa aman? Apa bisa bersaing?” kata Juli, usai presentasi di hadapan para engineer service company, di rig yang akan mengebor sumur TKBY-3.

Jauh lebih senior dari dia, Frila Berllini Yaman adalah salah satu perempuan berprestasi di industri energi tanah air. Presiden Direktur PT Medco E&P Indonesia tahun 2011-2015 ini mengenang perjalanan kariernya selama puluhan tahun di industri migas. Di  sebuah diskusi bertema ‘Bond To Excel’ yang digagas Schlumberger, Frila mengisahkan awal pertamanya saat menapakkan kaki di Arco Indonesia tahun 1982.

(Baca: Dukung Ketahanan Energi, Medco Selesaikan Proyek Utama Tahun 2018)

Pada awal bekerja, hanya ada dua engineer perempuan di Arco. Untuk mendapat kesempatan yang sama, Frila harus bekerja lebih keras dan membuktikan pada manajemen karena banyaknya kompetisi. Tidak ada sistem yang melihat apakah kesetaraan gender ada atau tidak di industri, hingga hal itu menjadi isu yang mulai diperbincangkan di tahun-tahun jelang reformasi.

“Kesetaraan itu harus dimunculkan. Kalau tidak, perempuan tetap harus bekerja 2-3 kali lebih keras dari laki-laki untuk mendapat kesempatan dan gaji yang setara,” kata Frila. Bagi dia dan Juli, perempuan sebetulnya mampu bersaing dengan laki-laki karena kapasitas dan skill yang dimiliki sama.

Paling tidak hal itu bisa terlihat di PT Pertamina. Perusahaan migas pelat merah terbesar ini dipimpin Nicke Widyawati secara definitif pada akhir Agustus lalu. Jauh sebelumnya, Karen Agustiawan sempat menjadi orang nomor satu di badan usaha negara tersebut. Sementara Meidawati dilantik menjadi Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi 10 Desember kemarin.

***

Kala Hindia Belanda merajai sistem politik dan sumber daya alam nusantara, perempuan pribumi dipandang secara rasis dan diperlakukan semena-mena. Perlakuan diskriminatif laki-laki ini menempatkan perempuan sebagai subjek yang dieksploitasi tubuh dan dipenjara pemikirannya.

Perlawanan pun muncul, termasuk dari Kartini. Ketika naluri feminisme putri Jepara ini mulai menyeruak, ia menginspirasi perempuan lain untuk berani bersuara. Di antaranya menentang sistem politik yang membelenggu perempuan pada masa kolonialisme.

Sayangnya, hingga memasuki era kemerdekaan, suara perempuan tak santer dalam pengambilan keputusan. Sistem politik yang didominasi laki-laki ini yang memutuskan bagaimana negara dikelola, termasuk dalam menangani sumber daya alam. Sebagaimana sistem politik dan konsep bernegara dijalankan, industri energi tak jauh dari maskulinitas.

Pada masa orde baru, sektor migas memasuki puncak kejayaan. Indonesia menjadi negara pengekspor minyak. Ketika itu, peran perempuan yang tadinya diidentikkan sebagai ibu revolusioner—meninggalkan kenyamanan dan ikut perang gerilya merebut kemerdekaan—didomestikasi menjadi ibu keluarga oleh pemerintahan Soeharto. Perempuan lantas dikunci sebatas pengurus anak dan suami saja.

Karena itu, norma baru mulai diciptakan beserta sanksi sosialnya. Misalnya doktrin perempuan harus di rumah, tidak keluar malam, tidak bekerja melebihin jam kerja suami, dan sebagainya. Itu pula mengapa perjalanan industri migas setelah Indonesia merdeka belum memunculkan banyak keterlibatan perempuan.

Tentu tak semua orang memiliki kaca mata demikian. Tumbur Parlindungan di antara laki-laki di industri migas yang merasakan pentingnya kesetaraan perempuan. Presiden Direktur Saka Energi ini paham bahwa kesempatan yang sama antar laki-laki dan perempuan tak jatuh dari langit, namun diciptakan di level pengambil kebijakan.

Blok Migas Lepas Pantai Pertamina Hulu Energi
(Pertamina Hulu Energi)

Dia berharap pembukaan program bagi para lulusan baru bisa menjadi saringan awal guna mendapat tenaga kerja perempuan yang kompetitif. Pemberian ruang pada company woman, seperti Juli, diharapkan mendorong perempuan hebat lainnya bermunculan.

(Baca: Saka Mengebor 14 Sumur dan Akuisisi Blok Migas Tahun Depan)

Tak hanya kesempatan, Tumbur melihat ketimpangan gender juga soal ketersediaan tenaga kerja perempuan yang mumpuni. Bagaimana agar jumlah perempuan memenuhi target, erat kaitannya dengan perekrutan karyawan, jenjang dan kemajuan karir, inklusivitas serta keberagaman dalam sebuah perusahaan.

“Meski belum mempunyai komitmen pasti untuk mencapai target minimum, di tahun mendatang equal opportunity dan equal gender menjadi salah satu objective Saka,” kata Tumbur dalam wawancara dengan Katadata.co.id.

Jika dilihat, pola pengembangan perusahaan energi nasional di Indonesia belum banyak yang menerapkan konsep minimum kuota sebagai salah satu visi dan misi perusahaan. Meski secara tersirat mulai banyak, namun umumnya baru perusahaan internasional yang memiliki komitmen kesetaraan gender.

Masih di diskusi ‘Bond To Excel’ bersama Schlumberger, perempuan lain yang bersuara lantang tentang tantangan perempuan di industri migas adalah Debbie Chastity, Vice President dan General Councel PT Cevron Pacific. Jika dulu beratnya medan dan sulitnya komuniaksi menjadi tantangan besar, namun di zaman internet serba cepat seharusnya hal itu tak lagi menjadi momok.

Debbie merasa isu kesetaraan yang sebaiknya didorong adalah soal kuota. Dilihat dari angka-angka statistik, perempuan segera melakukan pembenahan. Di Chevron, dengan jumlah pekerja mencapai 3.500 orang, kuota perempuan baru 11% saja. “We still have work to do untuk meningkatkan partisipasi female workers.”

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...