Setnov Kirim Surat dari Penjara, Rapat Golkar Batal Ganti Ketua Umum
Rapat Pleno Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar memutuskan Setya Novanto tetap menjabat sebagai Ketua DPR hingga adanya keputusan praperadilan terkait penetapan status tersangkanya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rapat Pleno juga menunjuk Idrus Marham sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum Golkar selama Setnov ditahan.
"Menyetujui Idrus Marham sebagai Plt Ketua Umum sampai ada putusan praperadilan," kata Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid di DPP Golkar, Selasa (21/11) malam.
Nurdin menyatakan, jika gugatan praperadilan Novanto diterima maka jabatan Pelaksana Tugas Ketua Umum dinyatakan berakhir. Namun, jika gugatan itu ditolak maka Idrus dan Nurdin akan menggelar rapat pleno kembali.
(Baca: Bahas Nasib Setya Novanto, Rapat Pleno Golkar Berlangsung Alot)
Rapat pleno selama lima jam berlangsung alot dan berakhir dengan keputusan mirip dengan permintaan Setya Novanto dalam surat yang dikirimkannya. Dua surat bertulisan tangan yang dibubuhi materai dikirimkan Setnov dari dalam Rumah Tahanan Kelas 1 Cabang KPK, Jakarta, siang tadi, ditujukan kepada DPP Partai Golkar dan pimpinan DPR RI.
Dalam surat yang beredar tersebut, Novanto menyebutkan bahwa dirinya tetap menjadi Ketua Umum Partai Golkar meskipun sedang ditahan. "Tidak ada pembahasan pemberhentian sementara ataupun permanen terhadap saya selaku Ketua Umum Partai Golkar dan untuk sementara saya tunjuk Plt Ketua Umum Idrus Marham," tulis Novanto dalam surat tersebut.
Dalam surat tersebut juga Novanto menunjuk orang yang menjadi Plt Sekretaris Jenderal DPP Golkar menggantikan Idrus. Novanto menuliskan dua nama yang akan menggantikan Idrus, yakni Yahya Zaini dan Azis Syamsuddin.
(Baca juga: Setnov Ditahan, Airlangga Bertemu Luhut dan Jokowi di Istana)
Sementara, dalam surat lainnya, Novanto memohon agar para pimpinan DPR lainnya dapat memberikan kesempatan untuk membuktikan tidak adanya keterlibatan dia dalam kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
"Untuk sementara waktu tidak diadakan rapat pleno sidang MKD terhadap kemungkinan menonaktifkan saya baik selaku Ketua DPR RI maupun selaku anggota dewan," tulis Novanto.
Seperti halnya rapat pleno DPP, Mahkamah Kehormatan Dewan ( MKD) DPR digelar pada hari ini. Namun, rapat konsultasi dengan seluruh pimpinan fraksi partai tersebut batal. Salah satu alasan pembatalan rapat karena banyak pimpinan fraksi berhalangan hadir.
Novanto yang telah ditetapkan kembali sebagai tersangka oleh KPK pada Jumat (10/11), kini mendekam di Rumah Tahanan Kelas 1 Cabang KPK, sejak Minggu (19/11) malam. Novanto dipindahkan setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.
(Baca: Ditahan KPK, Setya Novanto Siap Lepas Jabatan Ketua Umum Golkar)
Novanto kembali dijerat dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri. Dalam kasus ini, Novanto diduga bersama-sama melakukan korupsi dengan Anang, Andi Narogong, Irman, dan Sugiharto dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Novanto pun diduga menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya.
Dia diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun dalam pengadaan paket KTP elektronik tahun 2011-2012 pada Kemendagri. Setya Novanto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.