Proyek Regasifikasi LNG Banten Bisa Efisienkan Distribusi Gas
Rencana pembangunan terminal penerimaan dan regasifikasi gas alam cair (LNG) di Bojonegara, Banten mendapat dukungan dari mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Ari Soemarno. Proyek ini dianggap bisa menjadi salah satu cara mengefisiensikan pendistribusian gas.
Terminal LNG merupakan proyek kerja sama Pertamina dan swasta dalam pembangunan infrastruktur gas bumi. Awalnya proyek ini memang diinisiasi oleh Kalla Group melalui anak usahanya, yaitu PT Bumi Sarana Migas (BSM), yang kemudian mengajak Pertamina. (Baca: Pembangunan Terminal Regasifikasi Pertamina di Banten Molor)
Dengan proyek kerja sama ini, Pertamina tidak perlu mengeluarkan dana yang sangat besar tetapi tetap memiliki sebagian aset infrastruktur gas tersebut. Dana Pertamina masih bisa digunakan untuk proyek lain. Ini penting karena pembangunan infrastruktur gas sangat diperlukan di dalam negeri.
Apalagi gas bumi yang disalurkan melalui pipa mulai menipis cadangannya. “Sumber-sumber tradisional melalui pipa kan sudah mau habis. Jadi itu, itu salah satu caranya," ujar Ari saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (29/11).
Saat ini Pertamina dan Bumi Sarana Migas masih bernegosiasi terkait komposisi kepemilikan masing-masing di terminal tersebut. Juru bicara BSM, Nanda Sinaga pernah mengatakan proyek Terminal Regasifikasi LNG ini merupakan gagasan Kalla Group yang kerjasamanya ditawarkan kepada Pertamina pada 2013. (Baca: Pertamina - Kalla Bahas Porsi Proyek Regasifikasi LNG di Banten)
Ketertarikan Kalla Group dalam membangun proyek ini didasarkan pada data Kementerian ESDM dan kajian Wood MacKenzie mengenai Outlook Suplai Gas tahun 2013 – 2030. Data tersebut menunjukan bahwa Jawa bagian Barat akan mengalami defisit neraca gas yang disebabkan oleh berkurang dan akan habisnya (depletion) cadangan gas dari Sumatera, serta meningkatnya permintaan akan kebutuhan gas.
Bahkan Kalla Group sudah menyiapkan lokasi untuk membangun terminal tersebut. Lahan yang digunakan adalah milik salah satu anak perusahaan Kalla Group sejak tahun 1990an. Berdasarkan hasil kajian konsultan teknik dari Jepang yang ditunjuk setelah melalui diskusi dan kajian bisnis di internal Kalla Group pada tahun 2013, lokasi tersebut cukup ideal untuk pembangunan terminal LNG.
Fasilitas ini memiliki kapasitas 500 juta kaki kubik per hari (mmscfd) atau kurang lebih 4 juta ton LNG. “Kami memiliki lahan yang sangat cocok untuk proyek infrastruktur tersebut karena lahan kami berada di tepi pantai laut dengan kedalaman yang cukup untuk disandari kapal LNG terbesar sekelas Q-Flex dan Q-Max,” ujar Nanda di Jakarta, Senin (14/11). (Baca: Pertamina Tambah Tujuh Kapal Tanker Tahun Ini)
Dana yang dibutuhkan untuk investasi proyek Terminal Regasifikasi LNG Darat ini sekitar Rp 10 triliun. Kebutuhan dana tersebut akan dibiayai oleh BSM dan Pertamina, serta pinjaman dari Jepang. Pinjaman itu berasal dari lembaga keuangan Pemerintah Jepang dan perbankan negara tersebut.