Investasi 2017 Pertamina di Blok Mahakam Masih Terhambat Pajak
PT Pertamina (Persero) berencana turut mendanai investasi pengembangan Blok Mahakam tahun depan. Tujuannya agar produksi blok yang dikelola oleh Total E&P Indonesie itu tidak turun pasca berakhirnya kontrak tahun 2017. Namun, saat ini, rencana tersebut masih terkendala hitungan pajak.
Sebagai operator baru Blok Mahakam mulai 2018, Pertamina ingin menjaga produksi blok migas di Kalimantan Timur itu selama masa transisi pada tahun depan. Untuk itu, Pertamina melalui anak usahanya, PT Pertamina Hulu Mahakam dan Total telah bersepakat melakukan pengeboran 25 sumur baru. Dari jumlah itu, sebanyak enam sumur akan dibor dan didanai sendiri oleh Total sehingga bisa langsung berproduksi tahun depan.
Sedangkan 19 sumur baru akan dibor oleh Total, namun pendanaannya ditanggung oleh Pertamina. Untuk itu, Pertamina sudah mengalokasikan dana sebesar US$ 180 juta atau Rp 2,34 triliun. (Baca: 2018, Pertamina Targetkan Produksi Mahakam di Atas 1 Miliar Kaki Kubik)
Meski begitu, berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata, rencana investasi Pertamina tersebut masih terkendala masalah hitungan pajak. “Siapa yang akan menanggung pajak dari investasi itu, nilainya kan cukup besar,” kata sumber Katadata, pekan lalu. Saat ini, masalah tersebut masih dibahas bersama oleh Pertamina dan Total.
Direktur PT Pertamina Hulu Mahakam Ida Yusmiati membenarkan informasi tersebut. “Aturan pajaknya sendiri masih dipelajari karena ini kan lingkup KKS (kontraktor kontrak kerjasama),” katanya kepada Katadata, Jumat (11/11) lalu.
Ia belum bisa merinci jenis pajak apa saja yang terkait dengan investasi pengembangan Blok Mahakam tersebut, termasuk seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN). “Itu yang sedang dipelajari. Kami belum bisa jelaskan detailnya,” kata Ida.
Yang jelas, pembahasan masalah itu melibatkan tim transisi Pertamina bersama-sama dengan Total dan SKK Migas. Sebab, masalah pajak itu tidak diatur dalam amendemen kontrak bagi hasil wilayah kerja Mahakam yang telah disetujui oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan pada Oktober lalu.
(Baca: Pemerintah Restui Pertamina Percepat Investasi ke Blok Mahakam)
“Amendemen kontrak KKS hanya mengatur aturan dalam KKS dimana Pertamina sebagai operator baru di Mahakam dapat memulai aktivitas fisik selama masa transisi,” ujar Ida. Jadi, jika ada tambahan pajak di luar standar kontrak kerjasama itu maka tentunya akan dibayar sesuai peraturan. “Yang jelas Total tidak mungkin dirugikan karena membantu melaksanakan kegiatan Pertamina.”
Seperti diketahui, Jonan menyetujui amendemen kontrak bagi hasil Blok Mahakam sehingga Pertamina bisa berinvestasi di blok tersebut tahun depan. Dengan langkah ini, pemerintah berharap produksi gas bumi Blok Mahakam dapat dipertahankan sekitar 1,2 BSCFD dan kondensat sekitar 20 ribu BCPD pada 2018 - 2019.
Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam pernah mengatakan, ada kekhawatiran produksi Blok Mahakam anjlok saat dikelola Pertamina mulai 2018. Apalagi di kuartal pertama 2017, Total E&P hanya mengebor sekitar lima sampai enam sumur. “Kami sudah sepakat di 2018 tidak mau turun jauh produksinya. Karena sulit untuk menaikkan lagi,” ujarnya, Rabu (9/11) lalu.
Pertamina berharap ketika menjadi operator baru di 2018, produksi gas dari Blok Mahakam masih di atas 1 miliar kaki kubik (bcf). Karena itu, Pertamina bersedia turut menanggung biaya pengeboran sumur baru pada tahun depan.
(Baca: Operator Baru Blok Migas Bisa Klaim Biaya Operasi Masa Transisi)
Selain amendemen kontrak bagi hasil Blok Mahakam, pemerintah juga merevisi Peraturan Menteri Energi Nomor 15 Tahun 2015. Aturan mengenai pengelolaan wilayah kerja migas yang akan berakhir masa kontrak kerjasamanya ini menjadi payung hukum yang lebih tinggi bagi Pertamina untuk turut berinvestasi di Blok Mahakam selama transisi alih kelola blok tersebut.
Peraturan anyar itu memuat dua poin utama. Pertama, setelah penandatanganan kontrak kerjasama, Pertamina atau pemenang lelang dapat membiayai kegiatan operasi yang diperlukan sebelum efektifnya kontrak kerjasama baru tersebut. Sedangkan pelaksanaan kegiatan operasi melalui pembiayaan dilakukan oleh kontraktor terdahulu.
Kedua, seluruh biaya yang dikeluarkan oleh Pertamina atau kontraktor baru untuk persiapan alih operasi dapat diganti oleh pemerintah berdasarkan kontrak kerjasama yang baru.