Demi Harga Gas Industri Turun, Pemerintah Menata Biaya Gas di Sektor Hilir
KATADATA - Pemerintah tengah mempersiapkan skema penurunan harga gas untuk industri. Kebijakan yang masuk dalam paket ekonomi jilid III untuk mendorong kegiatan industri ini akan mulai diberlakukan per 1 Januari tahun depan.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, harga gas antara US$ 6 sampai US$ 8 per juta british thermal unit (MMBTU) akan diturunkan sebesar US$ 0-US$ 1 per MMBTU atau maksimal16,7 persen. Alhasil, harganya menjadi minimal US$ 6 per MMBTU.
Sedangkan untuk harga gas di atas US$ 8 per MMBTU akan diturunkan sebesar US$ 1-US$ 2 per MMBTU atau 12,5 sampai 25 persen menjadi US$ 6 per MMBTU. "Pengaturan harga gas bumi baru akan berlaku 1 Januari 2016," katanya di Gedung Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Jakarta, Kamis (8/10).
(Baca: Harga Solar dan Gas Industri Turun, Tarif Listrik Diberi Diskon)
Penurunan harga gas ini juga berlaku untuk industri di sektor swasta. Pertama, industri pupuk dan petrokimia, yang akan membuat nilai tambah gas semakin besar. Kedua, industri strategis. Ketiga, industri yang menggunakan gas sebagai proses produksi. Keempat, industri manufaktur yang mempekerjakan banyak karyawan.
Pemerintah rela mengurangi potensi penerimaan negara di seko hulu minyak dan gas bumi (migas) agar dapat menurunkan harga gas. Jadi, kebijakan itu tidak akan mempengaruhi pendapatan para kontraktor hulu migas maupun pajak yang berasal dari penjualan gas bumi. Bentuk pengurangan penerimaan negara itu bisa dari penurunan iuran-iuran dan pungutan pajak atau lewat pengembalian kembali (reimburse) biaya investasi jaringan pipa oleh pemerintah kepada kontraktor gas.
Selain berkurangnya penerimaan di sektor hulu gas bumi, penurunan harga gas juga akan dilakukan melalui penataan biaya gas di sektor hilir. Caranya, pertama adalah pengaturan margin untuk trader gas bumi yang tidak memiliki fasilitas infrastruktur gas. Kedua, pengurangan iuran dan pajak pada proses transmisi dan distribusi gas bumi. Ketiga, pengaturan tingkat pengembalian investasi (IRR) untuk perniagaan gas bumi yang memiliki fasilitas.
Berdasarkan data Kementerian ESDM per Agustus 2015, 32,13 persen dari produksi gas bumi Indonesia diekspor dalam bentuk gas alam cair (LNG) dan 13,05 persen diekspor melalui jaringan pipa. Sedangkan sebesar 18,45 persen untuk industri lokal, kelistrikan 13,41 persen dan pupuk sebesar 11,14 persen. Sementara sisanya digunakan untuk LPG domestik dan LNG domestik, BBG transportasi, dan City Gas.