Pemerintah Perlu Terbitkan Aturan Upah & Cuti Saat New Normal
Pemerintah diminta untuk menerbitkan aturan baru terkait ketenagakerjaan saat new normal. Terutama terkait upah minimum dan cuti bersama.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwiapayana, Payaman Simanjuntak mengatakan, penyesuaian harus dilakukan oleh pemerintah saat normal baru. Pasalnya, banyak perusahaan telah terdampak pandemi corona.
Dampaknya, sejumlah perusahaan berpotensi tidak mampu membayar karyawan saat pandemi. Oleh karena itu, dia menilai perlu ada aturan yang menentukan solusi dari ketidakmampuan pengusaha dalam membayar upah karyawan.
"Perlu penyesuaian supaya tidak ada kebingungan pengusaha dan pekerja, dan dalam rangka penegakan hukum harus ada antisipasi oleh pemerintah," kata Payaman dalam webinar yang digelar Kamis (11/6).
Ia pun mengatakan, aturan tersebut harus setingkat dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang pengupahan. "Misalnya ada ketentuan pengusaha yang tidak memenuhi upah minimum, perlu mengajak mitra kerja merundingkan bersama," ujar dia.
(Baca: Bank Dunia Prediksi 71 Juta Orang Menjadi Sangat Miskin Akibat Pandemi)
(Baca: Pemerintah Sebut Faktor Ekonomi Salah Satu Alasan Terapkan Normal Baru)
Selain itu, ia menilai perlu ada ketentuan yang mengatur dampak dari kerja bergilir (shift). Karyawan yang bekerja berdasarkan shift perlu mendapatkan kepastian terhadap jumlah cutinya.
"Kalau masuknya bergantian, apakah pekerja masih perlu menerapkan hak cuti 12 hari kerja? Mereka praktis sudah ada hari libur," katanya.
Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja Gramahadi menambahkan pihaknya terus mengidentifikasi perkembangan ketenagakerjaan. "Kami bisa identifikasi pekerjaan yang dilakukan di perusahaan dan di rumah. Ada identifikasi termasuk tentang negosiasi upah," kata dia.
Para perusahaan pun perlu menyesuaikan penerapan kerja di kantor selama masa new normal. Seperti menerapkan protokol ketat untuk pekerja dan lingkungan pekerja. Dengan demikian, potensi penularan Covid-19 bisa ditekan.
(Baca: Pendapatan Pekerja Manufaktur Hilang Rp 40 T Akibat Pandemi Corona)