Pertamina Komitmen Bangun Kilang Demi Penuhi Kebutuhan BBM Masyarakat
Pertamina akhirnya membatalkan proyek kilang baru di Bontang karena tak memiliki mitra. Meski begitu, perusahaan mengklaim tetap berkomitmen membangun lima proyek kilang lainnya.
Sebanyak lima proyek kilang itu terdiri dari satu proyek Grass Roof Refinery di Tuban dan empat proyek Refinery Development Master Plan di Cilacap, Balongan, Balikpapan, dan Dumai. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyatakan pihaknya bakal merampungkan pembangunan proyek-proyek kilang tersebut.
Hal itu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi bahan bakar minyak atau BBM. Berdasarkan data Pertamina, kebutuhan BBM di dalam negeri mencapai 1,4 juta barel per hari. Sedangkan kapasitas kilang yang dimiliki Indonesia hanya sebesar 1 juta barel per hari (bph) dengan produksi 900 ribu bph. Sehingga terdapat kebutuhan impor BBM sekitar 500 ribu bph.
"Kami takut masa depan fossil fuel turun, tapi sekarang kami masih impor. Kalau kami tidak bangun bagaimana?" kata Nicke Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII, Senin (29/6).
(Baca: Bos Pertamina: Jika Turunkan Harga BBM, Bisnis Hulu Migas Ditutup)
Di samping itu, kilang yang dimiliki perusahaan saat ini hanya mampu menghasilkan produk BBM dengan kualitas Euro 2. Padahal, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendorong agar Pertamina mengganti produksi BBM yang lebih ramah lingkungan.
"Sejak 2017 KLHK telah menetapkan euro empat karena tidak sesuai dengan requirement lingkungan,"ujarnya.
Selain itu, pembangunan kilang yang dikerjakan Pertamina tidak hanya ditujukan untuk memproduksi BBM saja. Nicke berharap pembangunan kilang dapat diintegrasikan dengan petrokimia.
"Jangan sampai kami takut masa depan, tapi hari ini kami babak belur. Memang ini harus kami lakukan 10 tahun lagi, kalau kami tunda lagi makin jelek, IRR (internal rate of return) makin tidak bagus," katanya.
Di sisi lain, penggunaan energi baru dan terbarukan diproyeksi memasuki masa puncaknya pada 2030. Namun, pembangunan kilang sangat penting untuk diprioritaskan mengingat dalam proses transisi tersebut energi fosil masih menjadi penggerak perekonomian.