Dilema Libur Panjang, antara Tekan Covid-19 atau Genjot Ekonomi
Libur panjang pada 28 Oktober-1 November 2020 memunculkan dilema. Di satu sisi mobilitas manusia harus dikendalikan untuk menekan penularan Covid-19. Di sisi lain, momen ini bisa membangkitkan pariwisata yang sempat mati suri akibat pandemi.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengimbau masyarakat untuk tidak ke luar kota jika tak ada keperluan mendesak. Bila terpaksa melakukan perjalanan, ia berharap masyarakat telah memastikan dirinya negatif Covid-19 dengan bukti hasil tes polymerase chain reaction (PCR).
Di sisi lain, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberikan stimulus Passenger Service Charge (PSC) atau airport tax di 13 bandara. Insentif ini digulirkan untuk mendorong pemulihan industri penerbangan dan pariwisata.
Pakar epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai, dua kebijakan tersebut mencerminkan tidak adanya sinergi antarsektor. Menurutnya, ketiadaan koordinasi antar kementerian/lembaga merupakan kelemahan pemerintah selama ini.
"Bilangnya untuk kesehatan, tapi membuka aktivitas ekonomi. Ini tidak satu kata. Berbahaya dalam kondisi pandemi," kata Dicky saat dihubungi Katadata, Jumat (23/10).
Menurutnya, kebijakan Mendagri sudah jelas. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak berpergian. Kemudian, Satgas Penanganan Covid-9 juga mendorong kapasitas tes dan pelacakan Covid-19 di tingkat daerah.
Dicky mengatakan, ada dua hal yang harus dibatasi oleh pemerintah untuk mencegah penularan virus corona, yaitu mobilitas dan interaksi manusia. Ini artinya, orang yang berpergian hanya untuk keperluan yang penting saja. Selain itu, kebijakan perjalanan juga perlu diperketat, misalnya ibu hamil dan lansia dilarang naik pesawat.
Ia pun mengatakan, insentif airport tax bertentangan dengan kebijakan beberapa negara yang berhasil menekan pandemi. Semestinya, harga tiket penerbangan beserta pajaknya dibiarkan seperti saat sebelum pandemi, bukan didiskon atau disubsidi.
Dicky juga menilai, penerapan protokol kesehatan tidak akan efektif tanpa adanya tingkat penelusuran (tracing) dan pengetesan (testing) yang baik. Sebab, siapapun berpotensi membawa virus corona dan menularkan kepada orang di sekitarnya melalui aerosol.
Sementara, pengamat penerbangan Gatot Rahardjo menilai, industri penerbangan perlu mewaspadai imbauan Mendagri dalam Surat Edaran (SE) NOMOR 440/5876/SJ Tentang Antisipasi Penyebaran Covid-19 pada Libur dan Cuti Bersama Tahun 2020.
Menurutnya, SE tersebut kontradiktif dengan keinginan untuk meningkatkan jumlah wisatawan. "Jadi sebaiknya dilakukan koordinasi antara Kemenhub dan Kemendagri agar tidak menjadi kontradiktif," ujar dia.
Gatot pun menilai, stimulus airport tax dapat berjalan efektif dengan sejumlah syarat. Salah satunya, maskapai tidak menaikkan tarif saat peak season. Selama ini, pihak maskapai kerap mengerek harga tiket menjelang akhir tahun atau saat puncak masa liburan.
Tanpa hal itu, harga tiket tidak akan mengalami perbedaan atau bahkan lebih tinggi. Sebagaimana diketahui, airport tax dibayarkan penumpang secara otomatis melalui tiket penumpang pesawat udara (PSC on Ticket).
Mobilitas Diprediksi Naik
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memperkirakan, volume lalu lintas akan naik kisaran 20% pada masa libur Panjang akhir pekan depan. Meski, ia menilai jumlahnya tidak signifkan secara kumulatif.
"Sebab pergerakan itu menumpuk pada satu hari," kata Budi dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (23/10).
Ia pun mengimbau agar masyarakat tidak pulang pada puncak arus keberangkatan, yaitu pada Rabu (27/10) malam atau Kamis (28/10). Budi berharap, sebagian masyarakat yang hendak berpergian dapat pergi sebelum tanggal tersebut guna mengurai kepadatan lalu lintas.
Di sisi lain, ia meminta kepada operator transportasi untuk menambah kapasitas bila terjadi penumpukan penumpang. Untuk mengawasi hal tersebut, Budi juga menugaskan jajarannya untuk mengawasi titik yang berpotensi menjadi pusat kegiatan masyarakat.
Selain itu, ia meminta bawahannya untuk melakukan pengecekan acak terhadap kendaraan yang melintas. Hal ini untuk memastikan penerapan protokol kesehatan pada penumpang.
Kemudian di pesawat, ia meminta penumpang untuk menunda makan, minum, dan berbicara. Sebab, hal tersebut dapat berisiko terhadap penularan Covid-19.
Budi memastikan, Kemenhub akan mengawal pergerakan transportasi saat libur panjang tersebut. "Saya juga minta Dishub lakukan kegiatan dengan seksama," katanya.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Novie Riyanto mengatakan, pecegahan penularan Covid-19 diterapkan di dalam pesawat terbang. Hal ini dilakukan dengan memerhatikan karakteristik aliran udara di dalam kabin.
Menurutnya, udara dalam kabin diperbaharui setiap 2-3 menit. Tak hanya itu, pesawat jenis Airbus, Boeing dan ATR menggunakan filter dalam proses sirkulasi udara yaitu HEPA filter.
"Kami rutin memeriksa dan mengecek perawatan pesawat udara sehingga dari sisi keamanan dan keselamatan kami jamin," katanya.
Ia pun memprediksi, arus berangkat liburan akan terjadi pada Rabu (28/10) dengan jumlah 110 ribu penumpang. Sementara, puncak arus balik liburan terjadi pada Minggu (1/10) sebanyak 112 ribu penumpang.
Untuk itu, pihaknya akan tetap fokus dan konsisten dalam menerapkan protokol keehatan, baik oleh penyelengagra angkutan udara, penyelenggaraan bandara dan penyelenggara navigasi.
Selain itu, ada antisipasi kebutuhan kapasitas bila terjadi lonjakan penumpang yang signifikan. Adapun, pengawasan terhadap pelaksanaan SE 13 Tahun 2020 dilakukan seluruh Inspektur Penerbangan di lingkungan Ditjen Perhubungan Udara.
Sementara itu, Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menyampaikan arahan konkrit Satgas, terkait penularan Covid-19 saat libur panjang.
Pertama, bagi masyarakat yang dalam keadaan mendesak harus melakukan kegiatan di luar rumah selama periode libur panjang tersebut, mematuhi protokol kesehatan melalui Gerakan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan serta hindari kerumunan.
"Keputusan masyarakat untuk bepergian selama masa libur panjang tersebut harus diambil dengan mempertimbangkan kondisi pandemi Covid-19," ujarnya pada Katadata, Jumat (23/10).
Wiku mengajak masyarakat belajar dari pengalaman saat libur lebaran Idul Fitri (22 - 25 Mei 2020) dan Hari Kemerdekaan RI (20 - Agustus) tahun ini. Saat Idul Fitri, terdapat kenaikan jumlah kasus harian dan kumulatif mingguan sekitar 69 - 93% dengan rentang waktu 10 - 14 hari.
Lalu saat libur HUT RI, kenaikan jumlah kasus harian dan kumulatif mingguan naik sebesar 58 - 118% pada pekan ketiga Agustus dengan rentang waktu 10 - 14 hari. Selain itu ia juga mengajak masyarakat untuk belajar dari penelitian terkait Covid-19. Menurut (penelitian) Zhou, et Al (2020), pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 20% dapat melandaikan kurva kasus sebanyak 33%, dan menunda kemunculan puncak kasus selama 2 minggu.
Sementara terkait penghapusan pajak Bandara, menurutnya hal itu merupakan kewenangan dari kementerian perhubungan. “Kami menghormati keputusan tersebut dan akan terus melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga untuk melakukan antisipasi terhadap kemungkinan peningkatan kasus positif Covid-19 pasca libur panjang ini,” kata Wiku.