Kemenkes Pakai Data Pilkada dan Pemilu untuk Vaksinasi Covid-19

Rizky Alika
26 Januari 2021, 12:34
Petugas memasukkan vaksin COVID-19 Sinovac ke dalam lemari pendingin saat tiba di gudang farmasi Dinas Kesehatan Kota Kediri, Jawa Timur, Senin (25/1/2021) malam. Dinas Kesehatan daerah setempat menerima sebanyak 3.680 dosis vaksin tahap pertama untuk ten
ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/aww.
Petugas memasukkan vaksin COVID-19 Sinovac ke dalam lemari pendingin saat tiba di gudang farmasi Dinas Kesehatan Kota Kediri, Jawa Timur, Senin (25/1/2021) malam. Dinas Kesehatan daerah setempat menerima sebanyak 3.680 dosis vaksin tahap pertama untuk tenaga kesehatan.

Pemerintah telah menetapkan masyarakat usia 18-60 tahun sebagai sasaran program vaksinasi Covid-19. Namun data milik Kementerian Kesehatan ternyata belum cukup memadai.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengapresiasi langkah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk menggunakan data Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 dan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 dalam proses vaksinasi.

“Saya memberikan hormat betul, karena Beliau mengambil data mengenai penduduk yang usia 17 ke atas itu dari data KPU,” ujarnya dalam Rapat Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19, Senin (25/1).

Menurutnya, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri telah memiliki data daerah yang diverifikasi saat Pilkada 2020. Namun, tidak semua daerah menggelar Pilkada.

"Yang tidak ada Pilkada, bisa di-cross checking data Dukcapil dari provinsi, kabupaten/kota data Pemilu 2019," kata Tito seperti dikutip dari keterangan pers, Selasa (26/1).

Seperti diketahui, hak pilih dalam pemilu berlaku bagi warga yang berusia minimal 17 tahun. Artinya mereka yang memiliki hak pilih pada Pilkada 2020 atau Pemilu 2019 telah cukup umur untuk mendapat vaksin tahun ini.

Daftar pemilih dalam Pemilu maupun Pilkada awalnya merupakan data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri.

Kemudian, data itu diverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara door to door melalui verifikasi faktual pencocokan dan penelitian (coklit). Oleh karena itu, Tito memastikan data KPU cukup valid untuk target vaksin by name by address.

Tito juga meminta pemerintah daerah untuk melakukan pendataan dan inventarisasi data penerima vaksin yang akan mendapatkan skala prioritas. Hal ini sehubungan dengan jumlah dosis vaksin yang masih terbatas dan belum bisa memenuhi kebutuhan seluruh populasi di daerah.

“Terutama fasilitas untuk penyuntikan penyimpanan yang tiap-tiap daerah berbeda dari daerah satu dengan yang lainnya, ada yang pulau, pantai, di hulu, di pedalaman," tuturnya.

Databoks berikut menggambarkan cakupan vaksinasi Covid-19 di Indonesia: 

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Karya Sumadi mengeluhkan kurangnya data Kementerian Kesehatan kacau. "Udah kapok. Saya tidak mau lagi pakai data Kementerian Kesehatan," kata Budi pada webinar Piliran Rakyat Media Network Suara Cimahi (PRMN SuCi), Rabu (20/1).

Semula, data Kemenkes menyebutkan vaksinasi Covid-19 secara nasional bisa dilakukan oleh rumah sakit pemerintah dan puskesmas. Dengan demikian, program vaksinasi tidak perlu melibatkan pemda dan rumah sakit swasta.

Namun, ternyata fasilitas Kesehatan milik pemerintah terbatas. Dengan kondisi tersebut, ia memperkirakan vaksinasi secara nasional baru selesai selama 3.000 hari atau 8 tahun.

Untuk mengatasi hal tersebut, Budi akan menggunakan data KPU lantaran Pilkada baru digelar pada tahun lalu. Oleh karenanya, data KPU dinilai paling baru. "Jadi aku ambil basis data KPU untuk rakyat di atas 17 tahun," kata Budi.

Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...