397 Komisaris BUMN Rangkap Jabatan, Ombudsman Minta Jokowi Bertindak
Ombudsman Republik Indonesia meluncurkan secara virtual Laporan Tahunan Ombudsman Tahun 2020. Salah satu yang disoroti adalah banyaknya rangkap jabatan di perusahaan milik negara (BUMN).
Ombudsman menemukan indikasi adanya ratusan komisaris yang rangkap jabatan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak usahanya.
Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih menduga, banyaknya rangkap jabatan di perusahaan pelat merah merupakan bagian dari upaya meningkatkan remunerasi. Diketahui, remunerasi adalah pemberian gaji atau imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya.
"Kami telah mendalami, saya juga bertemu dengan Pak Erick Thohir (Menteri BUMN). Kesimpulannya, rangkap jabatan ini semata-mata masalahnya adalah keinginan untuk meningkatkan remunerasi," ujarnya dalam Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin (8/2).
Oleh karena itu, Ahmad menyatakan pihaknya telah memberikan catatan khusus kepada Jokowi agar persoalan rangkap jabatan di BUMN bisa segera diselesaikan. "Kami sudah berikan catatan khusus ke Presiden agar terbitkan perpres pembatasannya (pembatasan jabatan) agar bisa dijalankan, agar lebih efektif," kata Ahmad.
Laporan Ombudsman
Mengutip Laporan Tahunan Ombudsman RI 2020, lembaga itu menemukan 397 komisaris yang terindikasi rangkap jabatan di BUMN selama 2019. Lalu, 167 komisaris rangkap jabatan di anak usaha BUMN.
Bukan cuma itu, Ombudsman juga menemukan dominasi beberapa kementerian/lembaga (k/l) tertentu yang menempatkan stafnya sebagai komisaris di BUMN. Berdasarkan data yang dimiliki Ombudsman, 254 komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan di kementerian
Kemudian, 112 komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan di Lembaga non kementerian. Lalu, 31 komisaris BUMN di lingkungan akademisi, seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Padjadjaran (Unpad).
Dengan temuan ini, Ombudsman bukan hanya meminta ada perpres pembatasan pejabat struktural, tapi juga meminta ada pengaturan sistem penghasilan tunggal bagi pejabat negara.
Berikut adalah Databoks mengenai jumlah BUMN di Indonesia selama beberapa tahun terakhir:
Pesan Jokowi
Sementara itu, dalam sambutannya pada forum yang sama, Presiden Joko Widodo pun meminta, pelayanan publik harus melakukan perbaikan dengan bekerja lebih cepat dan inovatif.
"Kita juga punya pekerjaan besar untuk mengubah model pelayanan birokrasi yang selama ini kaku, terjebak pada hal yang bersifat prosedural, bersifat administratif menjadi pelayanan publik yang menekankan pada kecepatan, inovatif, berorientasi pada hasil," katanya.
Pelayanan publik merupakan wujud dari kehadiran negara dalam kehidupan masyarakat. Jokowi mengatakan, negara bisa disebut hadir bila mampu menyelenggarakan pelayanan yang prima, cepat, profesional, dan berkeadilan.
Adapun, pelayanan publik yang prima memerlukan usaha yang berkelanjutan, transformasi sistem, tata kelola, perubahan pola pikir, dan budaya kerja birokrasi yang senang melayani masyarakat.
Sementara itu, perbaikan pelayanan publik juga memerlukan partisipasi dari seluruh elemen negara. Masyarakat juga diminta memberikan masukan, kritik, hingga melaporkan potensi maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Oleh karena itu, kehadiran Ombudsman pun diperlukan untuk mengawasi dan memberikan masukan terkait kinerja pelayanan publik. Mantan Walikota Solo itu pun memberikan penghargaan kepada Ombudsman yang melakukan pengawasan terhadap pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, swasta, hingga perseorangan.
"Saya berikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ombudsman RI yang melakukan pengawasan terhadap Republik Indonesia," ujar dia.
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga meyakini Ombudsman bisa menemukan berbagai kekurangan dalam pelayanan publik. Catatan Ombudsman menjadi penting untuk mendorong standar kualitas pelayanan publik.