Kendala Biaya yang Terus Cengkeram Kereta Cepat Jakarta-Bandung
- Biaya proyek ini diduga membengkak lagi sebanyak 23 persen.
- KCIC menyebut ada kenaikan biaya terutama imbas pandemi.
- Pembangunan proyek ini kerap terkendala masalah sejak awal.
Kabar tak sedap datang dari proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Ongkos pembangunan proyek disebut-sebut membengkak akibat munculnya berbagai kebutuhan yang tidak diprediksi pada awal proyek.
PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) saat ini sedang melakukan melakukan proses pengkajian ulang proyek kereta cepat tersebut bersama tim ahli. "Informasi yang beredar mengenai pembengkakan biaya tengah dalam proses pengkajian ulang feasibility study, didampingi tim ahli dan konsultan," kata Corporate Secretary KCIC Mirza Soraya saat dihubungi Katadata.co.id, Kamis (25/1).
Dikutip dariTempo, anggaran dadakan yang muncul antara lain akibat kenaikan biaya pembebasan lahan dan perubahan harga pada saat pengerjaan proyek. Pembengkakan biaya alias cost overrun bahkan mencapai 23 persen dari nilai awal yang besarnya US$ 6,071 miliar.
Masalah ini dimulai saat proyek ini disebut belum mencantumkan jadwal akuisisi lahan. Tak hanya itu, beban proyek membesar karena penentuan trase yang kurang matang hingga penangguhan konstruksi di saat pandemi.
Studi kelayakan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dilakukan pada 2015. KCIC mengatakan seiring berjalannya waktu, ada inflasi tidak terduga dari krisis global pandemi Covid-19.
Selain itu, pandemi turut berdampak pada jadwal pembangunan proyek kereta cepat dan proyek infrastruktur lainnya. Oleh karenanya, mereka memutuskan kaji ulang studi yang pernah dilakukan.
Bukan pertama kalinya proyek ini terkendala masalah dana. Tahun 2017 silam, kendala lahan membuat biaya proyek membengkak dari US$ 5,1 miliar menjadi US$ 5,9 miliar atau hampir Rp 80 triliun.
Meski demikian Rini tetap percaya diri bahwa proyek rebutan Jepang dan Tiongkok sangat layak dari sisi investasi untuk dilanjutkan. "Tidak ada masalah kenaikan biaya, dan sudah dihitung Internal Rate of Return (IRR) masih bagus," ujar Rini pada April 2017.
Mundur lagi ke belakang, kendala pembiayaan juga telah mengawali proyek ini. Meski groundbreaking telah dilakukan Januari 2016, namun pinjaman dari Tiongkok tak juga cair.
Saat itu pihak Tiongkok ingin memastikan pengadaan lahan proyek tersebut telah beres. Ujungnya, pinjaman pertama US$ 2,2 miliar baru dicairkan Mei 2018.
Setumpuk Masalah Sejak Awal
Tak hanya dana dan lahan, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung telah mengalami berbagai masalah konstruksi. Kasus pertama terjadi pada 4 Februari 2018, ketika sebuah crane dan bantalan rel di jalur Manggarai-Jatinegara terjatuh dan menewaskan empat orang pekerja.
Kemudian pada 22 Oktober 2019, proyek ini menyebabkan pipa bahan bakar minyak Pertamina terbakar. Lokasinya di samping Jalang Tol Padalarang-Cileunyi (Padaleunyi), Jawa Barat. Jalur tol arah Cileunyi menjadi tersendat dan sempat ditutup sementara.
Insiden ini bahkan menewaskan satu orang warga negara asing dan pekerja proyek bernama Li Xuanfeng lantaran diduga terjebak saat mengoperasikan alat berat.
“Kebakaran diakibatkan adanya bored pile KCIC yang mengenai pipa bahan bakar Pertamina, yang menghubungkan Bandung-Cilacap,” kata Corporate Communication & Community Development Group Head, Dwimawan Heru Oktober 2019 lalu.
Selain itu proyek ini juga pernah menyebabkan gorong-gorong mampet sehingga membuat banjir tol Jakarta-Cikampek dan sekitarnya pada awal 2020. Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum saat itu menuding proyek KCIC ini tidak memiliki Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).
“Amdal belum ada, proyek sudah dimulai, ya berdampak seperti ini,” kata Uu pada Februari 2010. Komite Keselamatan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akhirnya meminta KCIC menghentikan proyek selama dua pekan untuk evaluasi.
Terakhir, pandemi Covid-19 membuat proyek ini molor dari jadwal lantaran TKA dari Tiongkok tak bisa masuk RI. “Karena kondisi mitra Tiongkok, tenaga asing tidak bisa masuk. Jadi pasti ada delay,” kata Menteri BUMN Erick Thohir pada Maret 2020.
Semua kendala tersebut memaksa Kereta Cepat Jakarta-Bandung terus memundurkan jadwal operasi. Awalnya proyek ini ditargetkan beroperasi akhir 2020 sebelum molor ke Maret 2021. Terakhir, KCIC menetapkan target Jakarta dan Bandung tersambung kereta cepat pada 2022.
Meski ditimpa segudang masalah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap meminta proyek kereta cepat dilanjutkan lagi hingga lebih menguntungkan. Tak hanya itu, Presiden juga mengusulkan agar konsorsium pelaksana proyek ditambahkan oleh pihak Jepang.
Sebagaimana diketahui, KCIC merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia, PT Pilar Sinergi BUMN, dengan konsorsium Tiongkok. Mayoritas kepemilikannya dikuasai sinergi BUMN, yaitu 60 persen dan sisanya milik gabungan perusahaan Negeri Panda.
Adapun Pilar Sinergi BUMN terdiri dari PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero), dan PT Kereta Api Indonesia (Persero). Bertindak sebagai pemimpin konsorsium adalah Wika.
Sedangkan konsorsium Tiongkok terdiri dari China Railway International Co Ltd, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp. Sebanyak 75 persen dana proyel berasal dari pinjaman China Development Bank. Sedangkan sisa 25 persen berasal dari ekuitas KCIC.