Kasus Sadikin Aksa, Polisi Kantongi 200 Barang Bukti Dokumen
Badan Reserse Kriminal Polri telah memeriksa 26 orang saksi serta tiga saksi ahli dalam kasus mantan Direktur Utama PT Bosowa Corporindo Sadikin Aksa. Tak hanya itu, polisi telah memegang 200 surat dan dokumen sebagai barang bukti dalam perkara ketidakpatuhan terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu.
Tiga saksi ahli yang dimintai keterangan adalah ahli tata negara, ahli pidana, serta ahli korporasi. Adapun hingga saat ini polisi baru menetapkan satu orang tersangka dalam kasus ini yakni Sadikin Aksa.
"Seorang tersangka atas nama SA, terkait dengan peran dan perbuatannya saat menjabat sebagai Direktur Utama PT Bosowa Corporindo," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan, Jumat (16/4) dikutip dari Antara.
Usai pemeriksaan saksi, penyidik akan berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk masuk ke dalam langkah hukum selanjutnya. "Koordinasi dengan JPU untuk melakukan pemberkasan," kata Ramadhan.
Sebelumnya Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Helmy Santika menjelaskan penetapan tersangka keponakan Jusuf Kalla itu dilakukan setelah pihaknya melalui proses gelar perkara serta memperoleh hasil penyidikan dan alat bukti. Meski demikian, Sadikin tidak ditahan oleh aparat.
"SA disangka melanggar Pasal 54 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat dua tahun dan denda paling sedikit Rp 5 miliar atau pidana penjara paling lama enam tahun dan pidana denda paling banyak Rp 15 miliar," kata Helmi pada 11 Maret lalu.
Sebelumnya Bank Bukopin telah ditetapkan sebagai bank dalam pengawasan intensif oleh OJK sejak Mei 2018 karena permasalahan tekanan likuiditas. Kondisi Bukopin semakin memburuk sejak Januari hingga Juli 2020.
OJK lantas mengeluarkan kebijakan, di antaranya memberikan perintah tertulis kepada Sadikin Aksa yang saat itu menjabat sebagai dirut Bosowa melalui surat nomor : SR-28/D.03/2020 tanggal 9 Juli 2020.
Surat itu memuat perintah tertulis kepada Sadikin untuk memberikan kuasa khusus kepada Tim Technical Assistance dari BRI untuk menghadiri dan menggunakan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Bukopin paling lambat 31 Juli 2020. "Akan tetapi Bosowa Corporindo tidak melaksanakan perintah tertulis tersebut," kata Helmy.
Dalam penyelidikan, ditemukan fakta bahwa setelah surat dari OJK diterbitkan pada 9 Juli 2020, Sadikin Aksa mengundurkan diri sebagai dirut Bosowa Corporindo pada 23 Juli 2020. Namun sehari setelahnya, ia masih aktif dalam kegiatan bersama para pemegang saham Bukopin maupun pertemuan dengan OJK.
Pakar hukum perbankan Yunus Husein mengatakan, penetapan pidana pada pelanggaran administratif tersebut merupakan ketentuan “administrative penal law”. Artinya, ketentuan pidana yang mendukung ketentuan administratif dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.
Yunus mengatakan, OJK dapat menyeret kasus ke ranah pidana bila telah berulangkali memberikan peringatan atau upaya sanksi secara administratif. Upaya pidana ini merupakan ultimum remedium, di mana hukum pidana dijadikan upaya terakhir dalam penegakan hukum.
"Jadi ini senjata pamungkas sebenarnya, dipakai terakhir. Karena yang dilakukan OJK ada semacam surat perintah, kalau diindahkan, diingatkan lagi. Baru dikenakan pidana," kata Yunus 12 Maret lalu.