Pemerintah Pertimbangkan Pelonggaran PPKM karena Keluhan Masyarakat
Pemerintah berencana melonggarkan Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level-4 pada 26 Juli jika kasus Covid-19 mengalami penurunan serta banyaknya keluhan masyarakat.
Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan keluhan masyarakat menjadi pertimbangan penting dalam pelonggaran PPKM Level-4. Pertimbangan tersebut juga masuk dalam komponen relaksasi kegiatan masyarakat yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Salah satunya, aspirasi dan perilaku masyarakat.
"Keluhan masyarakat untuk segera merelaksasi pembatasan yang cukup ketat selama sebulan terakhir (akan menjadi pertimbangan)," kata Wiku dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (22/7).
Selain keluhan, perilaku masyarakat juga menjadi pertimbangan pemerintah. Perilaku masyarakat ini salah satunya tercermin dari tren penurunan mobilitas penduduk.
Pertimbangan lain yang akan dipakai pemerintah adalah perhitungan tren kasus dan indikator epidemiologis, seperti angka keterisian tempat tidur di rumah sakit atau bed occupancy ratio penambahan kasus positif harian yang mengalami penurunan, serta potensi kasus ke depan.
Selain itu, kapasitas manajemen kesehatan juga menjadi faktor penting dalam pelonggaran. Manajemen kesehatan yang dimaksud meliputi penguatan fasilitas kesehatan milik pemerintah dan swasta dengan mengkonversi tempat tidur, membangun rumah sakit darurat, dan menjalin kemitraan dengan penyedia jasa telemedicine.
Terakhir, pemerintah mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari PPKM. "Khususnya dampak bagi masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah dan usaha mikro," ujar Wiku.
Ia memastikan, relaksasi PPKM bukan berarti menghapus pembatasan aktivitas seperti masa sebelum pandemi. Pelonggaran PPKM juga akan dilakukan secara bertahap dan hati-hati.
Wiku juga tidak menampik kemungkinan pengetatan kembali jika diperlukan. Evaluasi pelonggaran PPKM akan diamati pada hari ke-10 hingga hari ke-14. "Tetap waspada agar kondisi tetap terkendali sehingga relaksasi dapat dilakukan dengan baik," kata Wiku.
Sebelumnya, epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengingatkan penurunan kasus Covid-19 selama beberapa hari ke depan tidaklah realistis.
"Tidak realistis seminggu bisa turun kecuali ada strategi ekstrem selama PPKM dan terus berlanjut dengan 3T (testing, tracing, treatment) yang luar biasa," kata Dicky saat dihubungi Katadata, Rabu (21/7).
Ia pun mengakui, Indonesia tidak akan sanggup untuk melakukan pembatasan sosial. Sebab, langkah tersebut membutuhkan ongkos sosial dan ekonomi dalam jumlah besar.
Dicky mengatakan perlu dilakukan peningkatan 3T di seluruh wilayah guna mencegah pemburukan pandemi di semua sektor. Selain itu, pemerintah perlu melakukan intervensi yang tidak terbatas hanya pada aspek kesehatan.
Dicky menganjurkan pemerintah untuk meningkatkan kapasitas pengetesan hingga 1 juta per hari. Dengan cara tersebut, Indonesia bisa menghindari kebijakan pembatasan aktivitas sosial.
Indonesia melaporkan tambahan angka kasus positif Covid-19 sebanyak 49.509 pada Kamis (22/7/2021) sehingga total kasus positif menembus 3.003.339. Angka kematian tercatat 1.449 kasus atau menjad rekor yang tertinggi sejak pandemi melanda Indonesia.