Jokowi Tunjuk Luhut Pimpin Komite Atasi Masalah Biaya Kereta Cepat
Presiden Joko Widodo merespons masalah keuangan yang terjadi pada proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung. Presiden membentuk Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Komite tersebut juga akan beranggotakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Mereka akan menetapkan langkah yang diambil bila terjadi kenaikan atau perubahan biaya (cost overrun) proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 mengenai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang terbit pada 6 Oktober lalu. Aturan ini juga mengubah payung hukum lama yakni Perpres Nomor 107 Tahun 2015.
"Dengan Peraturan Presiden ini dibentuk Komite Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi," demikian tertulis dalam Pasal 3A, ayat (1), seperti dikutip Jumat (8/10).
Perpres ini juga menetapkan sejumlah langkah untuk antisipasi kenaikan atau perubahan biaya proyek tersebut. Perubahan yang dimaksud diakibatkan pergeseran porsi kepemilikan perusahaan patungan serta penyesuaian persyaratan dan jumlah pinjaman yang diterima perusahaan patungan.
Komite juga menetapkan bentuk dukungan pemerintah untuk mengatasi kewajiban perusahaan patungan jika terjadi kenaikan biaya. Dukungan meliputi rencana penyertaan modal negara kepada pimpinan konsorsium proyek kereta cepat, serta pemberian jaminan atas kewajiban pimpinan konsorsium.
Melalui Perpres tersebut, Jokowi juga mengubah pimpinan konsorsium dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero). Ketentuan lebih lanjut mengenai komite tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Sebagaimana diketahui, Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) mengalami pembengkakan biaya sekitar US$ 1,9 miliar atau sekitar Rp 27 triliun. Pada awalnya, proyek tersebut diperkirakan akan menghabiskan dana sebesar US$6,07 miliar atau Rp 86,8 triliun, namun belakangan jumlahnya melonjak jadi US$8 miliar atau sekitar Rp 114,4 triliun.
Sekretaris Perusahaan PT KCIC Mirza Soraya juga mengakui ada biaya-biaya pembangunan yang tidak terduga. Beberapa di antaranya adalah pengadaan lahan dan relokasi fasilitas umum serta sosial.
"Krena saat melakukan pengadaan lahan dan relokasi fasos-fasum ada hal-hal yang di tidak terprediksi saat perencanaan disusun, dan ditemui saat pembangunan berlangsung,"tutur Mirza, kepada Katadata.co.id, Jumat (10/9)
Beberapa fasum dan fasos yang harus direlokasi adalah gardu listrik, pipa air, kabel fiber, dan jaringan utilitas umum lainnya. PT KCIC sudah menempuh beberapa kebijakan untuk menekan pembengkakan biaya seperti efisiensi.
Perusahaan tersebut juga mengubah skema operasional dan perawatan menjadi MSA (Maintence & Service Agreement). Dengan perubahan itu maka sebagian besar pekerja di bagian operasional dan perawatan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akan melibatkan SDM terlatih dan berpengalaman dari PT.KAI.
"Dengan prioritas penyelenggaraan training di Indonesia dan online. Dengan begitu biaya training, operation and maintenance readiness lainnya bisa lebih efisien,"ujarnya.