Memberatkan, Pengusaha-Nelayan Minta Tarif Harga Patokan Ikan Direvisi
Pengusaha perikanan dan nelayan meminta pemerintah segera merevisi jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) harga patokan ikan (HPI) dan produktivitas kapal penangkap ikan. Pasalnya, aturan tersebut dinilai memberatkan.
Aturan terkait harga patokan ikan dan produktivitas kapal penangkap ikan tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) .
Aturan lainnya adalah Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (Kepmen) Nomor 86 dan 87 Tahun 2021 soal harga patokan ikan (HPI) dan produktivitas kapal penangkap ikan.
Dalam aturan tersebut harga patokan ikan dan produktivitas kapal penangkap ikan dinilai masih terlalu tinggi dan memberatkan nelayan, utamanya bagi nelayan penangkap tuna.
Dalam aturan tersebut, produktivitas untuk pancing ulur tuna ditetapkan sebesar 0,86 sedangkan rawai tuna sebesar 0,94.
“Untuk mencapai produktivitas 0,75 saja sulit, jarang ada yang bisa mencapai. Kalau bisa saya minta kepada KKP untuk bagaimana bisa mendiskusikan sehingga revisi Kepmen 86 dan 87 segera selesai agar kita bisa berproduksi kembali,” kata Ketua II Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Dwi Agus Siswa Putra dalam konferensi pers virtual, Kamis (14/10).
Saat ini nelayan dan pengusaha di sektor perikanan juga sedang mengalami kesulitan logistik untuk mengekspor produk-produk hasil tangkapannya.
Hal ini dikarenakan mahalnya biaya untuk menyewa satu kontainer ekspor karena kelangkaan yang terjadi saat pandemi Covid-19.
"Mengenai harga patokan ikan ini, jujur saja kenaikan yang ada di Kepmen 86 itu sungguh berat dan membuat kami kesulitan. Tapi kami selalu berkonsultasi dengan dukungan hitungan harga yang masuk akal," katanya.
Sementara itu, Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) Trian Yunanda mengatakan, saat ini KKP memang tengah mengkaji ulang terkait HPI dan produktivitas kapal penangkap ikan.
Upaya tersebut dilakukan dengan menyerap aspirasi dari berbagai kalangan khususnya masyarakat perikanan.
Hal itu dilakukan untuk memastikan roda pergerakan ekonomi dari sektor kelautan perikanan khususnya subsektor perikanan tangkap terus berjalan.
“Sebetulnya HPI yang sudah ditetapkan dulu, kalau menurut analisis kami sudah sewajarnya. Namun, kita menerima aspirasi dan kita konsultasikan HPI yang sudah ditetapkan sebelumnya dengan harga-harga yang kita terima dari masyarakat dan akan kita kaji kembali berapa harga yang pantas,” ujar dia.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono melakukan pemutakhiran harga patokan ikan yang dinilai sebelumnya tidak relevan dengan kondisi saat ini karena memakai basis data 10 tahun lalu.
Trenggono menegaskan, jika pemutakhiran sesuai PP 85 Tahun 2021, bertujuan untuk pemutakhiran standar kesejahteraan nelayan.
"Artinya selama ini kita menganggap tingkat kesejahteraan nelayan masih sama dengan tahun 2011. Melalui pemutakhiran HPI, ke depan kita akan memiliki program pemberdayaan yang jauh lebih akurat untuk lebih memajukan nelayan," ujar dia dalam keterangannya, Jumat (8/10).
Trenggono menjelaskan, kontribusi PNBP perikanan tangkap pada pendapatan negara selama ini tergolong masih sangat kecil. Capaian PNBP SDA Perikanan tahun 2020 misalnya, hanya di angka Rp600 miliar.
Padahal nilai produksi perikanan tangkap sebesar Rp 220 triliun. Dengan demikian, regulasi tersebut merupakan instrumen utama untuk mengoptimalkan nilai pemanfaatan sumber daya perikanan di Indonesia.
Tujuan lain dari terbitnya kebijakan tersebut dapat memberikan rasa keadilan bagi para pelaku usaha perikanan di Indonesia.
Melalui beleid ini, pemerintah menambahkan sistem penarikan PNBP pasca produksi, dimana jumlah PNBP yang dibayarkan ke negara sesuai dengan hasil tangkapan.
Ia juga menegaskan, hasil PNBP perikanan akan disalurkan kembali untuk pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia.
Seperti pembangunan dan perbaikan infrastruktur pelabuhan perikanan, pemberian jaminan sosial kepada nelayan dan ABK, melengkapi sarana dan prasarana yang ada di pelabuhan menjadi lebih modern, hingga memberi dukungan teknologi pada kapal-kapal nelayan.