Sentil Polisi yang Hapus Mural, Jokowi: Ada Mural Kok Takut, Ngapain?
Sejumlah mural bernada kritik dihapus oleh polisi di beberapa wilayah. Presiden Joko Widodo,atau Jokowi, pun menyinggung aksi penghapusan mural tersebut.
Kepala Negara menyindir penghapusan mural di Blitar beberapa waktu lalu. Mural itu dihapus menjelang kedatangan Jokowi ke kota tersebut.
Menurutnya, mural hanya urusan kecil. Ia pun mempertanyakan mengapa polisi takut terhadap mural.
"Urusan mural aja ngapain sih? Wong saya dihina. Saya dimaki-maki, difitnah, sudah biasa. Ada mural saja takut. Ngapain?," kata Jokowi dalam Pengarahan Presiden Kepada Kepala Kesatuan Wilayah Tahun 2021 di Badung, Bali, Jumat (3/12).
Penghapusan mural bernada kritik sempat ramai dilakukan di sejumlah daerah. Mural yang berbunyi ‘Dipaksa sehat di negara sakit’ di Pasuruan sudah hilang jejaknya. Begitu pula dengan mural-mural lainnya di Solo dan Yogyakarta yang sudah dihapus.
Insiden penghapusan mural mulai menyeruak ketika aparat memburu pembuat mural ‘Jokowi 404: Not Found’ di Tangerang. Pembuat mural akhirnya lolos dari jeratan pidana setelah kasusnya disorot banyak pihak.
Untuk itu, Presiden meminta jajaran Polri untuk berhati-hati. Sebab, mural merupakan kebebasan berpendapat.
Hal tersebut berbeda dengan kebebasan berpendapat yang dapat mengganggu ketertiban masyarakat.
Namun, ia meyakini penghapusan mural itu bukan mandat dari Kapolri, Kapolda, maupun Kapolres. Namun, penghapusan mural itu menjadi urusan Polsek.
Untuk itu, Mantan Wali Kota Solo itu meminta Kapolsek untuk menginfokan jajarannya bahwa mural merupakan urusan kecil.
Dalam kesempatan itu, ia juga meminta polisi untuk bersikap persuasif dan mengutamakan dialog. Sebab, hal tersebut berdampak pada indeks persepsi masyarakat.
Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menilai, pengkritik tidak perlu ditangkap apabila tidak mengganggu ketertiban masyarakat.
"Ini negara demokrasi. Hormati kebebasan berpendapat dan serap aspirasinya," kata Jokowi.
Ia mengatakan, survei kepuasan publik terhadap bidang hukum mengalami penurunan pada 2020. Untuk itu, jajaran Polri perlu berhati-hati terhadap persepsi kepuasan publik.
Sebelumnya, laporan The Economist Intelligence Unit (EUI) menunjukkan, skor indeks demokrasi di Indonesia cenderung menurun di era pemerintahan Jokowi.
Bahkan, skor indeks demokrasi Indonesia mencapai 6,3 pada 2020, terendah dalam satu dekade terakhir. Padahal, skor indeks demokrasi Indonesia sempat mencapai puncaknya sebesar 7,03 pada 2015. Namun, skor tersebut harus turun menjadi 6,97 pada 2016.
Sebelumnya, seniman Iwan Aswan menyayangkan aksi penghapusan mural-mural yang berpotensi menghambat ekspresi para pembuatnya.
Dia menegaskan mural tidak perlu ditakuti karena menjadi salah satu bentuk karya seni serta kebebasan berekspresi yang dituangkan dalam suatu media namun tetap berada dalam koridor etika dan moral.
Iwan juga menekankan pemerintah seharusnya menghargai karya yang ada karena di dalamnya merupakan perwujudan ekspresi anak bangsa dalam mengkritisi realitas yang ada.
Dia juga berharap pemerintah dapat menyediakan wadah baru bagi para seniman untuk menuangkan kreativitasnya secara leluasa.