Kejaksaan Agung Periksa Tiga Saksi dari Swasta Terkait Proyek Satelit

Image title
18 Januari 2022, 09:34
Satelit, kejaksaan
Instagram/@thalesaleniaspaces
Satelit Satria

 Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan terhadap tiga saksi dari PT Dini Nusa Kusuma terkait (PT DNK) terkait dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) periode 2015-2021.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan tiga saksi tersebut adalah inisial PY selaku Senior Account Manager PT DNK, RACS selaku Promotion Manager PT DNK, dan AK selaku General Manager PT DNK.

"Bahwa PT DNK sendiri merupakan pemegang Hak Pengelolaan Filing Satelit Indonesia untuk dapat mengoperasikan Satelit atau menggunakan Spektrum Frekuensi Radio di Orbit Satelit tertentu," ujar Leonard dalam keterangan resmi dikutip pada Selasa (18/1).

 Kejaksaan Agung saat ini sedang menyidik dugaan pelanggaran hukum dari kasus dugaan korupsi satelit Kemenhan.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menyebut pelanggarannya lantaran penyewaan satelit dilakukan sebelum anggaran tersedia dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemenhan tahun 2015.

Febrie mengatakan dalam proses pengadaan satelit slot orbit 123 derajat derajat bujur timur, Kemenhan membuat kontrak sewa dengan perusahaan Avanti Communication, pemilik satelit Artemis.

Kejaksaan menilai penyewaan satelit tidak diperlukan karena ketika itu satelit lama yang sudah tidak berfungsi masih dapat digunakan hingga tiga tahun.

"Saat proses ini dilakukan (penyewaan) belum ada anggaran. Kemudian belum perlu dilakukan sewa, sehingga ada konflik arbitrase," ujar Febrie dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung pada Jumat (14/1).

 Akibatnya, proses kontrak sewa antara Kemenhan dengan Avanti tak berjalan lancar.

Ketika satelit telah disewa ternyata satelit tersebut tidak berfungsi sehingga terjadi masalah dalam pembayaran tagihan tersebut.

Persoalan ini yang membuat Avanti menggugat pemerintah karena dianggap wanprestasi tak memenuhi kewajiban membayar sewa satelit yang ditempatkan di slot orbit 123 derajat bujur timur.

Pengusutan kasus dugaan korupsi dalam proyek satelit Kemenhan ini bermula dari laporan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD belakangan ini.

 Mahfud melaporkan kasus tersebut ke kejaksaan setelah pemerintah menderita kerugian membayar penalti lebih dari Rp 800 miliar dari kekalahan gugatan arbitrase.

Pemerintah kalah arbitrase dari perusahaan operator satelit yakni Navayo dan Avanti.

RI dianggap wanprestasi karena tak memenuhi kewajiban membayar sewa satelit yang ditempatkan di slot orbit 123 derajat bujur timur.

Sebagai informasi, pemerintah baru saja menerima putusan dari Arbitrase Singapura terkait gugatan perusahaan satelit Navayo. Putusan itu menyatakan bahwa pemerintah diharuskan membayar US$ 20,9 juta.

"Kewajiban yang US$ 20 juta ini nilainya mencapai Rp 304 miliar," kata Mahfud.

Sebelumnya, RI juga kalah dalam gugatan arbitrase yang dilayangkan Avanti Communications Group dan wajib membayar Rp 515 miliar.

"Pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara telah mengeluarkan pembayaran untuk sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filing satelit sebesar ekuivalen Rp 515 miliar," ujarnya.

Reporter: Nuhansa Mikrefin
Editor: Maesaroh

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...