10 Poin UU TPKS yang Penting untuk Diketahui

Siti Nur Aeni
14 April 2022, 12:32
10 Poin dalam UU TPKS yang Penting untuk Diketahui
ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.
Ketua DPR Puan Maharani (kanan) disaksikan Wakil Ketua DPR Rahmad Gobel (kiri) dan Lodewijk F Paulus kedua kanan) menerima laporan pengesahan RUU TPKS dari Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya (kedua kiri) saat Rapat Paripurna DPR RI ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (12/4/2022).

Pada Selasa, 12 April 2022, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi UU TPKS. Pengesahan tersebut dilakukan setelah Ketua DPR, Puan Maharani meminta persetujuan setiap fraksi sebanyak dua kali.

Setelah mengesahkan UU TPKS, Puan mengatakan bahwa pengesahan tersebut merupakan hadiah untuk seluruh perempuan Indonesia, khususnya menjelang Hari Kartini. Lantas, apa saja pokok isi UU ini? Simak penjelasan berikut ini.

Isi UU TPKS

UU TPKS adalah undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana kekerasan seksual. Adanya UU ini, harapannya bisa melindungi korban kekerasan seksual.

Dalam sidang paripurna, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Nintang Darmawati mengatakan bahwa UU TPKS  merupakan landasan yang utuh, adil, dan formil bagi para korban kekerasan seksual. Dengan kata lain, UU ini mampu memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, khususnya korban kekerasan seksual.

Dalam UU baru ini, setidaknya ada 10 poin penting yang perlu dipahami. Berikut pejelasan lengkapnya.

1. Semua perilaku pelecehan seksual termasuk kekerasan seksual

UU TPKS menyebutkan bahwa segala perilaku pelecehan seksual termasuk dalam kekerasan seksual. Hal ini tertuang dalam Pasal 4 ayat 2 yang menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan tindakan non fisik berupa isyarat, tulisan, dan/atau perkataan kepada orang lain yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait dengan keinginan seksual, dipidana karena pelecehan seksual non fisik.

Pelaku yang terbukti melakukan pelanggaran tersebut akan dipidana penjara paling lama sembilan bulan dan/atau denda maksimal Rp10 juta.

2. Memberikan perlindungan kepada korban

Isi UU TPKS lainnya yaitu memberikan perlindungan kepada korban termasuk korban revenge porn atau penyebaran konten pornografi dengan modul balas dendam kepada korban. Hal ini tertuang dalam Pasal 4 Ayat 1 yang menyebutkan setidaknya ada sembilan tindak pidana kekerasan seksual, antara lain.

  • Pelecehan seksual non fisik.
  • Pelecehan seksual fisik.
  • Pemaksaan kontrasepsi.
  • Pemaksaan sterilisasi.
  • Pemaksaan perkawinan.
  • Penyiksaan seksual.
  • Eksploitasi seksual.
  • Perbudakan seksual.
  • Kekerasan seksual berbasis elektronik.

3. Memberikan denda dan pidana terhadap pemaksaan hubungan seksual

Pemaksaan hubungan seksual juga termasuk tindak kekerasan seksual. Dalam UU TPKS, tindakan ini bisa dikenakan denda atau pidana. Pelaku tindak kekerasan seksual ini akan dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun dan/atau denda Rp200 juta. Hal tersebut tertuang dalam UU TPKS pasal 6.

4. Pidana penjara atau denda untuk tindak pemaksaan perkawinan

Pemaksaan perkawinan termasuk didalamnya pemakaan perkawinan antara korban dan pelaku pemerkosaan juga termasuk tidak pidana. Ketentuan tersebut tertuang dalam UU TPKS Pasal 10. Pelaku tindak pidana ini terancam hukuman penjara maksimal 9 tahun dan/atau denda maksimal Rp200 juta.

5. Terdapat pidana tambahan untuk pelaku kekerasan seksual

Di dalam UU TPKS Pasal 11, disebutkan bahwa pelaku tindak kekerasan seksual tidak hanya mendapat hukuman penjara dan denda, namun terancam mendapatkan pidana tambahan. Adapun pidana tambahan yang dimaksud, sebagai berikut:

Halaman:
Editor: Agung
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...