Faksi Puan Maharani dan Ganjar Pranowo di Balik Capres PDIP
Sindiran Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Puan Maharani agar kader partainya tak memilih calon presiden (capres) yang bermodalkan fisik rupawan dan popularitas di media sosial semakin menguatkan adanya faksi di internal partai berlambang kepala banteng.
Terutama jika melihat manuver politik yang terjadi untuk meningkatkan popularitas Puan Maharani, di saat elektabilitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang kian menanjak.
Puan yang juga anak dari Megawati, terus mendapatkan dukungan dengan beragam manuver politik, seperti terlihat dari pemasangan baliho ‘Kepak Sayap Kebhinekaan’ dengan potret Puan di berbagai tempat beberapa waktu lalu. Termasuk pada awal tahun ini ketika muncul beras karung berlogo Puan, yang dibagi-bagikan kepada kader PDIP.
Di sisi lain, sebagai kader PDIP, Ganjar belum mendapatkan kepastian terkait kansnya menjadi capres dari PDIP, karena Ketua Umum Megawati Soekarnoputri belum mengambil sikap terkait nama capres yang akan mereka usung pada Pemilu 2024 mendatang.
Padahal sejak Maret lalu, beberapa lembaga survei ternama, seperti Saiful Mujani Research Consulting (SMRC), Charta Politika, dan Indikator Politik Indonesia (IPI), menangkap elektabilitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terus meningkat. Nama Ganjar bahkan bersaing dengan Prabowo dan Anies Baswedan sebagai tiga tokoh dengan elektabilitas tertinggi.
Pada survei SMRC pertengahan Maret lalu, elektabilitas Ganjar mencapai 18,1%. Kemudian pada survei Charta Politika awal April, Ganjar mendapatkan dukungan 25,6% responden. Kemudian di survei teranyar IPI, Ganjar memperoleh 26,7%.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menilai manuver politik untuk mempromosikan Puan merupakan sikap dari para elit politik PDIP, terutama mereka yang duduk di parlemen.
“Tapi, saya juga tidak yakin dari 128 anggota DPR RI PDIP secara riil semuanya mendukung Puan,” ujar Jamil saat dihubungi Katadata.co.id, Senin (9/5).
Lalu bagaimana dengan dukungan di internal partai untuk Ganjar, apakah tidak ada yang mendukungnya?
Menurut Jamil, Ganjar tetap memiliki pendukung di dalam internal partai. Hanya saja, mereka kurang berani menyatakan sikap secara terbuka. Umumnya pendukung Ganjar ada pada gerakan di akar rumput PDIP.
“Bahkan kalau kita lihat di medsos itu memang suaranya jelas. Mereka akan menggembosi PDIP bila tidak mengusung Ganjar. Jadi, di akar rumput memang Ganjar masih mendapat tempat,” terangnya soal pendukung Ganjar dari lingkaran PDIP.
Dari pembagian dukungan tersebut, Jamil menilai telah terjadi pembagian faksi atau kelompok di dalam PDIP. Meski terbelah secara faksi, tetapi kedua faksi tersebut tetap akan mematuhi instruksi Megawati sebagai ketua umum.
Jika melihat pembagian faksi ini, Jamil menilai posisi Puan lebih menguntungkan, sebab merupakan keturunan langsung dari Megawati, serta turut meneruskan trah Soekarno di PDIP. “Jadi memang ini satu hal yang tidak menguntungkan bagi Ganjar,” kata Jamil.
Meski faksi merupakan sesuatu hal yang normal, Jamil melihat faksi di dalam PDIP ini juga dapat mempengaruhi soliditas partai dalam menghadapi Pemilu 2024. Dengan catatan, jika pemimpin partai tersebut melemah pengaruhnya. Oleh sebab itu, dia sangsi jika PDIP akan tetap sekuat sekarang, saat Megawati lengser dari posisinya nanti.
Simak juga elektabilitas PDIP dibandingkan partai politik lainnya.
“Apakah faksi-faksi itu membuat solid atau tidak, itu sangat tergantung dari kepemimpinan. Kita lihat sekarang, di PDIP itu yang terjadinya loyalitas tunggal ke Megawati. Jadi meskipun masih ada faksi-faksi, tidak akan menjadi tercerai-berai karena masih ada patronnya, yaitu Mega,” terangnya.
Hal senada juga diungkapkan Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin. Dia juga menganggap terciptanya faksi di dalam partai politik merupakan hal yang wajar. Dampaknya pun tak terlalu terasa jika melihat posisi dan pengaruh Megawati sebagai ketua umum PDIP masih kuat serta disegani seluruh kader.
“Jadi saya melihatnya, faksi di PDIP itu ada dan nyata. Tapi ketika Megawati masih ada, masih bisa dikendalikan oleh Mega,” ujarnya kepada Katadata.co.id pada Senin (9/5).
Kendali kuat dari Megawati juga membuat faksi yang ada di PDIP cenderung bergerak secara samar-samar. Terutama faksi pendukung Ganjar. Sebab dengan pengaruh Megawati yang kuat, kader yang tidak menurut sangat mudah untuk kehilangan posisi mereka di partai.
“Itu kan permainan dalam diam. Itu kan semua orang tahu. Tokoh-tokoh PDIP dan tokoh-tokoh luar (PDIP) tahu seperti itu,” katanya.
Walau belum mendekati masa Pemilu 2024, Ujang melihat terbaginya PDIP ke dalam faksi-faksi, sudah memberikan pengaruh yang cukup jelas dalam hal soliditas partai. Dia mengibaratkannya sebagai sebuah rumah, di mana setiap penghuninya memiliki keinginan yang berbeda-beda.
Contoh paling terlihat terhadap Ganjar adalah teguran supaya tidak berkampanye dan menuruti aturan partai.
“Tapi kan selama ini Ganjar terus tancap gas. Elektabilitasnya pun selalu ada di tiga besar. Itu kan artinya, dibilang taat partai juga tidak. Dibilang tidak taat juga, tidak. Itulah soal politik,” tuturnya.
Melalui berbagai pencitraan yang ditampilkan, Ujang melihat Ganjar memiliki ambisi untuk ikut dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Hal tersebut merupakan ambisi yang wajar sebagai pejabat publik, dan lumrah terjadi pada kalangan menteri, anggota DPR, dan kepala daerah untuk mengejar persentase elektabilitas yang tinggi.
“Memang ada (ambisinya). Kalau tidak ada, tidak akan tancap gas, dalam konteks berbeda pandangan dengan PDIP itu,” ucap Ujang.