MK Tolak Uji Formil UU IKN, Masyarakat Adat akan Ajukan Uji Materi
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) akan mengajukan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN). Gugatan tersebut menyusul ditolaknya permohonan uji formil UU tersebut terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (31/5).
"Akan uji materi," kata Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Somboliggi saat ditanya Katadata.co.id soal langkahnya setelah permohonan gugatan uji formilnya ditolak oleh MK.
Keputusan Hakim Konstitusi menolak permohonan AMAN disebabkan terlambatnya pengajuan uji formil kepada MK yang semestinya dilakukan paling lambat pada tanggal 31 Maret 2022.
Sebab aturan pengajuan uji formil, yaitu Pasal 9 Ayat 2 Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Cara Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang menyebutkan bahwa permohonan uji mesti dilakukan paling lambat 45 hari sejak undang-undang tersebut disahkan.
"Kami mengajukannya tanggal 1 (April 2022). Jadi terlambat satu hari. Ini murni sebenarnya masalah lewat sehari," ujar Rukka.
Diketahui bahwa UU IKN disahkan pada 15 Februari 2022. Sehingga tenggat waktu pengajuan permohonan uji formil jatuh pada 31 Maret 2022. Sementara pengajuan oleh AMAN terhitung pada hari ke-46 setelah UU IKN disahkan. "Amar putusan mengadili permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Hakim Ketua, Aswanto.
Pengajuan permohonan uji formil oleh AMAN dilakukan bersama lima pemohon lainnya, yaitu WALHI, Busyro Muqoddas, Trisno Raharjo, Yati Dahlia, dan Dwi Putri.
Sebelumnya pihak WALHI telah bersuara perihal Sidang Pembacaan Amar Putusan yang diagendakan pada hari ini. Menurutnya, pembacaan putusan yang hanya berselang sepekan dari agenda pemeriksaan perbaikan permohonan judicial review pada Senin (23/5), terlalu cepat.
"Minggu lalu, para pemohon mendapatkan surat panggilan sidang dengan agenda Pengucapan Putusan yang akan dilakukan pada Selasa, 31 Mei 2022," kata Direktur Eksekutif WALHI, Zenzi Suhadi dalam akun media sosial WALHI pada Senin (30/5).
Pihaknya menilai ada kejanggalan dalam agenda Pengucapan Putusan, sebab tak adanya agenda persidangan untuk memeriksa fakta dan bukti dari para pemohon.
"Bagaimana mungkin hakim mengambil putusan tanpa adanya proses pembuktian melalui agenda persidangan untuk memeriksa fakta dan bukti yang diajukan," ujarnya.
Sebagai informasi, salah satu yang menjadi pertimbangan pemohon mengajukan permohonan yaitu tak adanya penerapan meaningful participation atau partisipasi publik dalam pembentukan peraturan atau kebijakan.
"Pembentukan Undang-Undang IKN tidak mengakomodir partisipasi dalam artian yang sesungguhnya," kata kuasa hukum para pemohon, Ermelina Singerta beberapa waktu lalu, Rabu (11/5).
Akan tetapi berbagai permohonan yang diajukan tak dipertimbangkan para Hakim Konstitusi, sebab pengajuan permohonan dianggap tak memenuhi syarat formil.
"Permohonan para pemohon melewati tenggang waktu formil. Permohonan pemohon yang lainnya tidak dipertimbangkan," kata Hakim Konstitusi, Manahan Sitompul dalam persidangan, Selasa (31/5).