Kemendagri Luruskan soal Plt Kepala Daerah Bisa Mutasi atau Pecat PNS
Surat edaran terkait pembinaan pegawai dirilis pada 14 September. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan, surat ini bukan berarti penjabat, pelaksana tugas, atau penjabat sementara kepala daerah bisa memutasi maupun memberhentikan Pegawai Negeri Sipil (PNS) begitu saja.
Surat edaran yang dimaksud yakni SE Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 821/5492/SJ. SE ini bertujuan agar pengelolaan pembinaan kepegawaian di daerah berjalan lebih efektif dan efisien.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benni Irwan mengatakan, SE tersebut berisi dua poin pokok dalam mendukung pembinaan kepegawaian di daerah, yakni:
1. Mendagri memberikan izin kepada penjabat, pelaksana tugas, atau penjabat sementara kepala daerah untuk menjatuhkan sanksi atau hukuman disiplin kepada PNS yang tersangkut korupsi dan pelanggaran disiplin berat.
Hal itu sejalan dengan ketentuan Pasal 18 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021. Kepala daerah harus menetapkan penjatuhan hukuman disiplin tingkat berat bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tersangkut korupsi.
Benni mencontohkan, apabila ada seorang ASN yang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi, maka bupati akan melakukan pemberhentian sementara.
Namun, hal itu tidak bisa langsung dilakukan. Harus ada izin dari Mendagri terlebih dahulu. Walaupun amanat PP Nomor 94 Tahun 2021 pegawai yang bersangkutan harus segera diberhentikan sementara.
“Dengan izin tersebut dalam SE, ASN yang melakukan pelanggaran dapat segera diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujar Benni dalam keterangan pers, Minggu (18/9).
2. Mendagri memberikan izin kepada penjabat, pelaksana tugas, atau penjabat sementara kepala daerah yang akan melepas dan menerima ASN yang mengusulkan pindah status kepegawaian antar-daerah maupun antar-instansi.
Dengan demikian, penjabat, pelaksana tugas, atau penjabat sementara kepala daerah tidak perlu lagi mengajukan permohonan persetujuan tertulis sebagaimana diatur sebelumnya. Ini agar proses pindah status atau mutasi kepegawaian berjalan lebih efektif dan efisien.
Sebagai contoh, ketika seorang penjabat bupati akan melepas ASN pindah ke kabupaten lain. Kepala daerah yang melepas dan yang menerima, harus mendapatkan izin Mendagri terlebih dulu sebelum menandatangani surat melepas dan menerima pegawai.
Tahap selanjutnya, mutasi antar-daerah tersebut akan tetap diproses oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dengan demikian, penandatanganan izin melepas dan menerima diberikan untuk untuk mempercepat proses pelayanan mutasi.
"Pada dasarnya SE itu hanya memberikan persetujuan amat terbatas, hanya dua urusan di atas kepada penjabat kepala daerah untuk kecepatan dan kelancaran birokrasi pembinaan kepegawaian. Sangat jauh berbeda dengan kewenangan kepala daerah definitif,” ujar Benni.
Namun untuk mutasi pejabat internal daerah, seperti pengisian jabatan tinggi pratama dan administrator, penjabat, pelaksana tugas, atau penjabat sementara kepala daerah tetap harus mendapatkan izin tertulis dari Mendagri.
“Kalau tidak dapat izin dari Mendagri, maka kebijakan tersebut tidak dapat dilakukan oleh daerah,” kata dia.
Setelah proses pembinaan kepegawaian tersebut dilaksanakan, maka penjabat, pelaksana tugas, atau penjabat sementara kepala daerah tetap harus melaporkan kepada Mendagri paling lambat tujuh hari kerja terhitung sejak kebijakan tersebut diambil.