Perkembangan Pengaturan Tanggung Jawab Mutlak Perkara Lingkungan Hidup

Annisa Fianni Sisma
7 Desember 2022, 15:30
Tanggung Jawab Mutlak
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.
Ilustrasi, warga membersihkan sampah styrofoam yang mencemari Kali Licin, Mampang, Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, Senin (12/9/2022).

Strict liability atau tanggung jawab mutlak telah diadopsi oleh peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup di Indonesia. Tanggung jawab mutlak ini dinilai sebagai kemudahan pemerintah untuk menegakkan hukum lingkungan agar dapat menindak tegas para pelanggar.

Berkaitan dengan hal itu, tentu menarik membahas perkembangan pengaturan tanggung jawab mutlak dalam perkara lingkungan hidup di peraturan perundang-undangan Indonesia.

Pengaturan Tanggung Jawab Mutlak Perkara Lingkungan Hidup

Dalam pengaturan lingkungan hidup, konsep tanggung jawab mutlak muncul pertama kali pada Pasal 21 Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pada Pasal 21 UU 4/1982, tanggung jawab mutlak diatur dalam pasal tersebut yang berbunyi “Dalam beberapa kegiatan yang menyangkut jenis sumber daya tertentu tanggung jawab timbul secara mutlak pada perusak dan atau pencemar pada saat terjadinya kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup yang pengaturannya diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan”.

Tanggung jawab mutlak akan dikenakan secara selektif. Pengenaan ini juga dapat menentukan jenis dan kategori kegiatan yang akan terkena oleh ketentuan tersebut.

Setelah itu, UU 4/1982 dicabut dengan UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 23/1997). Tanggung jawab mutlak pun diatur dalam Pasal 35 ayat (1) hingga (3).

Pada intinya pengaturan tersebut berisi tentang pengenaan tanggung jawab mutlak yakni terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan/atau kegiatannya berdampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, menggunakan bahan berbahaya dan beracun (B3), dan/atau menghasilkan limbah B3.

Terhadapnya pun diwajibkan membayar ganti rugi langsung dan seketika saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Penanggung jawab tersebut juga dapat dibebaskan dari sanksi itu jika kerusakan yang disebabkan oleh bencana alam atau peperangan, keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia, atau tindakan pihak ketiga. Berkaitan dengan pihak ketiga, maka pihak ketiga lah yang membayar ganti rugi.

Pada bagian penjelasan Pasal 35, ditegaskan bahwa tanggung jawab mutlak merupakan unsur kesalahan yang tak perlu dibuktikan penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ini menjadi lex specialis dalam gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) pada umumnya.

Perkembangan Tanggung Jawab Mutlak Perkara Lingkungan Hidup

Perkembangan pengaturan tanggung jawab mutlak terkait lingkungan hidup, tercantum dalam UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009). UU ini mencabut UU 23/1997 dan mengatur tanggung jawab mutlak pada Pasal 88.

Pasal 88 UU 32/2009 menegaskan bahwa “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan”.

Pada bagian penjelasan, disebutkan bahwa maksud dari bertanggung jawab mutlak merupakan unsur kesalahan yang tak perlu dibuktikan oleh penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Sama seperti sebelumnya, ketentuan ini adalah lex specialis dalam gugatan PMH pada umumnya.

Halaman:
Editor: Agung
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...