Cek Fakta: Benarkah Pasal soal Zina di KUHP Baru Ancam Ruang Privat?
Pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-undang pada sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Selasa (6/12) lalu menuai kontroversi. Sejumlah kelompok menilai RUU yang disahkan itu masih memuat pasal yang berpotensi bermasalah di kemudian hari.
Salah satu pasal yang menjadi perhatian publik adalah pasal 412 yang mengatur tentang hidup bersama. Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhammad Isnur mengatakan pemerintah dan DPR kebablasan karena mengatur hal yang menjadi norma susila dalam kacamata hukum pidana.
Lebih jauh Isnur mengatakan pembatasan hidup bersama untuk pasangan bukan suami istri hanya mengacu pada agama tertentu. Padahal di Indonesia ada agama dan keyakinan yang tak mempersoalkan hidup bersama ini.
Masuknya pasal 412 dalam KUHP baru juga mendapat sorotan dari Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Sung Yong Kim. Dalam forum US-Indonesia Investment Summit, Selasa (6/12) lalu, Kim mengatakan aturan yang terjadi di ranah rumah tangga antara orang dewasa itu bisa saja berdampak negatif pada iklim investasi di Indonesia.
Bagaimana bunyi pasal 412 tentang zina yang disebut mengatur ranah pribadi itu?
Pasal 412
(1) Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Delik Aduan Absolut
Menanggapi kontroversi yang muncul dari pengesahan UU KUHP, Juru Bicara Tim Sosialisasi KUHP Nasional Albert Aries mengatakan bahwa pasal Perzinaan dalam KUHP baru adalah Delik Aduan Absolut. Artinya hanya suami atau istri yang terikat perkawinan atau orang tua atau anak bagi yang tidak terikat perkawinan yang bisa membuat pengaduan.
“Tidak bisa pihak lain melapor, apalagi sampai main hakim sendiri. Jadi tidak akan ada proses hukum tanpa pengaduan dari pihak yang berhak dan dirugikan secara langsung,” jelas Aries dalam keterangan tertulis, Kamis (8/12).
Aries mengatakan berdasarkan adanya delik aduan absolut dalam pasal 412 maka diskursus yang muncul terkait pasal perzinaan tidak terlalu tepat. Ia menilai diskursus itu justru bisa membawa dampak negatif pada sektor pariwisata dan investasi di Indonesia.
Lebih jauh ia mengatakan, secara substantif sebenarnya tidak ada perubahan signifikan antara Pasal 412 KUHP baru dengan Pasal 284 KUHP lama. Perbedaannya hanya terletak pada penambahan pihak yang berhak mengadu. Selain itu sanksi pidana pasal ini juga memberi alternatif berupa denda yang tidak lebih dari 10 juta Rupiah.
“Jadi sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kalau selama ini turis dan investor bisa nyaman berada di Indonesia, maka kondisi ini juga tidak akan berubah,” ujar Aries.
Aries mengatakan kehadiran pasal 412 dalam KUHP baru merupakan bentuk penghormatan negara pada nilai-nilai perkawinan yang hidup di masyarakat. Selain itu, KUHP baru juga tidak mewajibkan pihak yang berhak mengadu untuk mempergunakan haknya itu.
Dia juga menepis kecemasan pengusaha dengan adanya pasal 412. Menurut Aries, KUHP baru tidak memberikan syarat administrasi tambahan kepada pelaku usaha di bidang pariwisata untuk menanyakan status perkawinan siapapun.
“Dengan demikian, para investor dan wisatawan asing tidak perlu khawatir untuk berinvestasi dan berwisata di Indonesia, karena ruang privat masyarakat tetap dijamin oleh undang-undang,” ujar Albert lagi.