Pemprov DKI Diminta Tingkatkan Anggaran Pengendalian Polusi Udara
Koalisi masyarakat yang peduli dengan kualitas udara, Bicara Udara dan Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Koalisi Ibu Kota), mendorong agar pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk menambah anggaran untuk pengendalian polusi udara di Ibu Kota.
Anggaran tersebut salah satunya untuk menambah Stasiun Pemantauan Kualias Udara (SPKU). Sejauh ini SPKU baru tersedia di lima titik, yakni di Kecamatan Kelapa Gading, Jagakarsa, Kebon Jeruk, Cipayung, dan Menteng. Dengan begitu, kualitas udara di Jakarta bisa dipantau secara menyeluruh oleh warga.
"Sekarang sudah masuk tahun anggaran baru, ini bisa jadi pertimbangan Pemda DKI untuk menambah anggaran pengendalian pencemaran udara," kata Co-Founder Bicara Udara, Novita Natalia dalam diskusi daring bertajuk 'Mengawal Kebijakan Udara Bersih Jakarta' pada Rabu (25/1).
Di sisi lain, dia berharap Pemprov DKI dapat segera menerbitkan peraturan gubernur (Pergub) mengenai strategi pengendalian pencemaran udara (SPPU). Adapun beleid ini berawal dari gugatan yang dimenangkan oleh Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semestra (Ibukota) kepada Pemerintah Pusat dan Pemda DKI pada 2021.
Kala itu, Koalisi Ibukota mendesak Pemda DKI untuk menyusun dan mengimplementasikan stategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara.
Menurut Novita, polusi udara merupakan masalah hulu dari banyak masalah kesehatan di wilayah DKI Jakarta. Polusi udara yang tinggi dan buruk akan berdampak terhadap meningkatnya pengidap penyakit katostropik.
Penyakit kesehatan ini umumnya dipicu oleh sebaran polutan berbahaya partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2.5 mikron atau PM2,5. Polusi udara berbentuk PM2,5 yang masuk melalui hidung tidak dapat disaring oleh bulu hidung.
Jika polutan PM2,5 masuk ke sistem saluran pernafasan manusia dan terikat darah melalui pertukaran gas pada alveolus para-paru maka dapat menyumbat alveolus dan mengakibatkan kerusakan sel. "60% polusi udara berdampak terhadap kesehatan dan menjadi penyebab kematian di Indonesia peringkat kelima pada 2019," ujarnya.
Pergub Pengendalian Pencemaran Udara Jakarta
Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan DLH Jakarta, Yusiono Supalal, menyampaikan Pergub SPPU sedang dalam proses verbal untuk segera ditandatangani oleh pejabat gubernur.
Proses verbal merupakan tahap permintaan paraf persetujuan setelah disusunnya rancangan peraturan perundang-undangan. "Ini masih dalam proses verbal. Terkait detailnya harus saya cek dulu karena sifatnya administratif," kata Yusiono.
Pada forum tersebut, Yusiono juga mengatakan substansi SPPU tidak jauh berbeda dari dua Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
"Artinya belasan tahun yang lalu itu pun sudah ada. Tapi masih ada PR besar maka dalam hal ini kami merapikan stategi dalam program dan rencana," ujar Yusiono.
Yusiono juga melaporkan telah terjadi penurunan terhadap sebaran polutan berbahaya PM2,5 di Jakarta dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Lewat pemantauan di lima lokasi SPKU, rata-rata konsentrasi PM2,5 pada 2022 berada di Nilai Ambang Batas (NAB) 37,33 µgram/m3 atau masuk dalam kategori sedang.
Angka ini jauh berada di bawah NAB kategori baik di angka 0-15,5 µgram/m3. Adapun toleransi NAB konsentrasi polusi udara yang diperbolehkan berada di angka paling ketat 65 µgram/m3.
NAB PM2,5 di wilayah Jakarta pada 2022 sedikit lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya yang tercatat berada di 39,18 pada 2021. Skor tersebut lebih besar pada 2020 dengan NAB 39,50 dan pernah mencapai 48,27 pada 2019.
"Biasanya terjadi puncaknya pada musim panas. Siklus tahunan kondisi kering, lalu perputaran udara dan debu meningkatakan pencemaran udara. Di mana pun, bukan hanya di Jakarta," kata Yusiono dalam diskusi daring bertajuk 'Mengawal Kebijakan Udara Bersih Jakarta' pada Rabu (25/1).
Melalui hasil inventarisasi emisi polusi udara yang dirilis oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, didapati bahwa sumber polusi udara di Ibu Kota mayoritas berasal dari sektor transportasi atau kendaraan untuk polutan Nitrogen Oksida (Nox), Karbon Monoksida (CO), PM2,5 dan PM10. "Ini yang harus dikendalikan," ujar Yusiono.
Menurut laporan harian Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada Rabu, 25 Januari 2023. NAB PM2,5 di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat berada di rata-rata skor sedang dengan angka puncak 33.20 µgram/m3 pada pukul 12.00.