Hari Hutan Internasional, Pakar Bahas Bencana Hidrometeorologi
Dalam rangka memperingati Hari Hutan Internasional (21 Maret 2022), Deputy Director Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper Yogyakarta Agus Setyarso bersama Guru Besar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Universitas Padjadjaran Chay Asdak memaparkan hasil kajian terkait kehutanan dan bencana hidrometeorologi.
Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, sehingga pemanfaatan dan pengelolaannya harus tetap mempertimbangkan beragam aspek demi keseimbangan dan pelestarian ekosistem.
“Jika pertumbuhan hutan mampu terus menerus menyediakan manfaat ekonomi, ekologi, dan sosial, maka berkelanjutan didefinisikan tentang manfaat yang diambil mampu untuk menyelenggarakan dan membiayai pembangunan pada periode berikutnya,” ujar Agus.
Ia menambahkan, keberlanjutan dan kelestarian hutan hanya dapat terwujud melalui pemenuhan dua syarat yaitu tata kelola (governance), dan pengelolaan (management) yang baik. “Manajemen hutan yang baik memerlukan kecukupan kinerja tata kelola kehutanan yang baik,” katanya.
Langkah mengawali capaian tujuan pembangunan berkelanjutan dapat dimulai dari beberapa tata kelola kehutanan yaitu tata-kebijakan, tata-instrumentasi pelaksanaan kebijakan, dan tata-pengaturan sumber daya yang berkaitan dengan kepentingan publik dan barang publik.
Selain itu, tata-peran para pihak, maupun tata-distribusi manfaat privat yang diperankan oleh pemerintah, pemerintah daerah, pihak swasta, dan masyarakat dalam arti luas termasuk masyarakat internasional.
Kelestarian dan keberlanjutan kehutanan bisa terwujud ketika tata kelola dan manajemen terhantar (delivered) ke tingkat tapak. Namun, perlu melihat bencana hidrometeorologi sebagai fokus berikutnya.
Bencana tersebut disebabkan oleh ragam parameter meteorologi di antaranya suhu, tekanan, curah hujan, angin, kelembapan, dan lain-lain. Kejadian bencana hidrometeorologi antara lain banjir, cuaca ekstrem, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan badai, dan tanah longsor.
“Kecenderungan naiknya tinggi muka air laut seperti banjir rob di Indonesia yang disebabkan oleh perubahan iklim dapat dimitigasi dengan mempertahankan dan membangun hutan bakau. Juga dengan melalui intervensi mitigatif infrastruktur fisik yang struktural seperti melalui drainase dan reklamasi,” ungkap Chay Asdak.
Selanjutnya, terkait rekomendasi pendekatan ekosistem bisa dilakukan melalui infrastruktur alami yang diwujudkan melalui mekanisme insentif dan disinsentif. Mekanisme insentif atau bantuan teknis kepada pemilik tanah untuk mengelola secara ramah lingkungan. Berikutnya, mekanisme imbal jasa lingkungan. Mekanisme insentif dan imbal jasa lingkungan menjadi efficient tools dan pendekatan efektif untuk mengamankan infrastruktur alam.