Hapus Alokasi Wajib Kesehatan, Menkes Berkaca Pada AS dan Kuba
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan alasan dihapusnya poin alokasi wajib pada Revisi Undang-Undang Kesehatan. Budi beralasan besarnya belanja belum tentu berdampak pada kesehatan penduduk suatu negara.
Budi mencatat rata-rata usia hidup di Amerika Serikat dan Kuba sama, yakni 80 tahun. Namun belanja kesehatan per kapita kedua negara sangat kontras. Belanja kesehatan per kapita di AS mencapai US$ 12.000 per tahun, sedangkan Kuba senilai US$ 1.900 per tahun.
Sementara itu, rata-rata harapan hidup di Jepang, Korea Selatan, dan Singapura mencapai 84 tahun. Namun belanja kesehatan per kapita tiga negara maju tersebut berbeda, yaitu Jepang hingga US$ 8.400 per tahun, Korea Selatan senilai US$ 3.600 per tahun, sedangkan Singapura hanya US$ 2.800 per tahun.
"Apa yang kami pelajari? Tidak ada data yang membuktikan makin besarnya belanja kesehatan, derajat kesehatan semakin baik," kata Menkes di Gedung DPR, Selasa (11/7).
Budi mencatat belanja kesehatan Indonesia per kapita hanya US$ 132 per tahun. Adapun, rata-rata harapan hidup nasional adalah 72 tahun.
Mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu mengatakan butuh triliunan dolar AS untuk meningkatkan angka rata-rata harapan hidup nasional seperti Kuba atau Amerika Serikat.
Makanya, Budi menekankan fokus pengeluaran kesehatan harus dari sisi kegiatan dalam rangka kesehatan, bukan dari sisi belanja. "Jangan meniru kesalahan banyak negara yang terlampau banyak buang uang tanpa ada hasilnya," katanya.
Selain itu, peralihan fokus kepada program dilakukan sebagai bentuk efisiensi anggaran. Budi mengaku telah banyak menemukan kejadian penggunaan anggaran kesehatan tak tepat sasaran.
Ke depannya, pemerintah akan mengandalkan program yang termaktub dalam Rencana Induk Bidang Kesehatan atau RIBK. Budi menjelaskan RIBK akan dibuat setiap tahun dan dibahas bersama DPR.
"Apa yang ada di RIBK ini akan didukung secara finansial agar bisa mencapai hasil yang dituju," kata Budi.
Seperti diketahui, penghilangan klausul mandatory spending menjadi pemicu beberapa demonstrasi. Sebelum UU Kesehatan yang baru disahkan, lima organisasi profesi kesehatan menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR.
Salah satu tuntutan yang dilayangkan adalah penolakan pengesahan RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan karena penghapusan mandatory spending. Salah satu ancaman yang disiapkan adalah mogok kerja nasional.
Adapun, kelima organisasi profesi yang dimaksud adalah Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, Persatuan Perawat Nasional Indonesia, dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia.
Budi menilai perbedaan pendapat adalah hal yang wajar. Walau demikian, ia meminta demonstran tersebut untuk melakukan perdebatan dengan benar dan tanpa mengedepankan emosi.
"Dan yang tidak kalah penting, biarkan masyarakat melihat mana argumentasi yang baik," kata Budi.