KPK Tangkap Tiga Tersangka Korupsi Beras Kemensos, Negara Rugi Rp127 M
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan tiga tersangka dalam perkara korupsi bantuan sosial beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) pada Program Keluarga Harapan (PKH) di Kementerian Sosial tahun 2020. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan usai ditetapkan tersangka tiga orang tersebut langsung ditahan.
Tiga orang yang ditetapkan tersangka adalah Direktur Utama Mitra Energi Persada sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada tahun 2020 Ivo Wongkaren, Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada Roni Ramdhani, dan General Manager PT Trimalayan Teknologi Persada Richard Cahyanto.
"Sesuai dengan kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka Ivo, tersangka Roni dan tersangka Richard untuk masing-masing selama 20 hari pertama, terhitung 23 Agustus sampai dengan 11 September 2023 di Rutan KPK," kata Alexander di Gedung Merah Putih KPK, seperti dikutip Kamis (24/8).
Alex mengungkapkan para tersangka telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 127,5 miliar. Tersangka Ivo, Roni dan Richard diduga menikmati uang hasil korupsi sekitar Rp 18,8 miliar.
Duduk Perkara Korupsi Beras Bansos di Kemensos
Alex menjelaskan konstruksi perkara diduga terjadi pada sekitar Agustus 2020. Saat itu, Kementerian Sosial mengirimkan surat pada PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) untuk dilakukan audiensi dalam rangka penyusunan rencana anggaran kegiatan penyaluran bantuan sosial beras di Kemensos.
Dalam audiensi tersebut, PT BGR Persero diwakili Budi Susanto selaku Direktur Komersial menyatakan kesiapan perusahaannya untuk mendistribusikan bantuan sosial beras pada 19 Provinsi di Indonesia. Sebagai langkah persiapan, Budi Susanto memerintahkan Vice President Operasional PT Bhanda Ghara Reksa April Churniawan untuk mencari rekanan yang akan dijadikan konsultan pendamping.
Mendengar adanya informasi kebutuhan rekanan tersebut, Ivo, Roni dan Richard memasukkan penawaran harga menggunakan PT Damon Indonesia Berkah (Persero). Penawaran itu disetujui Budi Susanto yang berlanjut pada kesepakatan harga dan lingkup pekerjaan untuk pendampingan distribusi bansos beras.
Kemensos memilih PT Bhanda Ghara Reksa sebagai distributor bansos beras dan berlanjut dengan penandatanganan surat perjanjian pelaksanaan pekerjaan penyaluran bantuan sosial beras untuk KPM-PKH dalam rangka penanganan dampak Covid 19 dengan nilai kontrak Rp 326 Miliar. Pihak PT Bhanda Ghara Reksa Persero melakukan penandatanganan perjanjian diwakili Direktur Utama Muhammad Kuncoro Wibowo.
Agar realisasi distribusi bansos beras dapat segera dilakukan, April Churniawan atas sepengetahuan Muhammad Kuncoro dan Budi Susanto secara sepihak menunjuk PT Primalayan Teknologi Persada milik Richard tanpa didahului dengan proses seleksi untuk menggantikan PT DIB Persero yang belum memiliki dokumen legalitas jelas terkait pendirian perusahaannya.
Rekayasa tersebut dilakukan atas sepengetahuan Muhammad Kuncoro, Budi Susanto, April, Ivo, Richard dan Roni. Selain itu, Ivo dan Richard juga ditunjuk menjadi penasehat PT Primalayan Teknologi Persada agar dapat meyakinkan PT Bhanda Ghara Reksa mengenai kemampuan dari PT Primalayan Teknologi Persada.
Dalam penyusunan kontrak konsultan pendamping antara PT Bhanda Ghara Reksa dengan PT Primalayan Teknologi Persada tidak dilakukan kajian dan perhitungan yang jelas dan sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh MKW ditambah dengan tanggal kontrak juga disepakati untuk dibuat mundur.
Atas ide Ivo, Richard dan Roni, PT Primalayan Teknologi Persada membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah sama sekali melakukan kegiatan distribusi bansos beras. Periode September 2020 - Desember 2020, Roni menagih pembayaran uang muka dan uang termin jasa pekerjaan konsultan ke PT Bhanda Ghara Reksa dan telah dibayarkan sejumlah sekitar Rp 151 miliar yang dikirimkan ke rekening bank atas nama PT PT Primalayan Teknologi Persada. Penyidik KPK juga menemukan rekayasa beberapa dokumen lelang dari PT Primalayan Teknologi Persada dengan kembali mencantumkan backdate.
Periode Oktober 2020-Januari 2021, terdapat penarikan uang sebesar Rp 125 Miliar dari rekening PT Primalayan Teknologi Persada yang penggunaannya tidak terkait sama sekali dengan distribusi bantuan sosial beras. Penyidik KPK memperkirakan perbuatan para tersangka telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp127,5 miliar.
Atas perbuatannya para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.